Selasa, 14 April 2009

NENEK MOYANG LINGKARAN

Tahukah Anda, bagaimana bangun datar berupa lingkaran terbentuk pada awalnya? Terdapat dua teori berbeda yang mencoba menjelaskannya. Yang pertama adalah teori evolusi bujur sangkar. Teori ini mengatakan, lingkaran terbentuk akibat perubahan sedikit demi sedikit yang dialami oleh bujur sangkar dalam rentang waktu yang sangat lama. Dengan kata lain, bujur sangkar merupakan bentuk awal dari lingkaran. Suhu dan tekanan udara yang tinggi di masa bumi purba, gas-gas penyusun atmosfernya, serta pengaruh hujan dan petir yang sangat sering terjadi kala itu, menyebabkan keempat sudut bujur sangkar menjadi semakin tumpul dan semakin melingkar. Tingkat ketumpulan ini semakin lama semakin membesar dan melebar seiring dengan perjalanan waktu yang lamanya mencapai puluhan, bahkan ratusan juta tahun. Di akhir proses perubahan sedikit demi sedikit dan bertahap ini, lingkaran yang sempurna pun dihasilkan dari bentuk induk atau nenek moyangnya, yakni bujur sangkar. Singkatnya, lingkaran adalah hasil proses evolusi dari bujur sangkar.

Teori kedua menyatakan bahwa lingkaran adalah bentuk bangun datar yang memang sedari awal sudah ada, dan sudah berbentuk lingkaran sempurna. Dengan kata lain, terdapat suatu kecerdasan tertentu di luar kekuatan alam yang telah dengan sengaja membuat lingkaran dengan ukuran diameter tertentu, sebagaimana beragam bentuk bidang datar lainnya, termasuk bujur sangkar. Kekuatan alam semata tidak mungkin mampu memunculkan atau membuat bujur sangkar dan lingkaran. Keduanya ada karena sengaja dibuat secara terpisah dan sempurna. Bujur sangkar bukanlah nenek moyang dari lingkaran, atau sebaliknya, yang berubah selama puluhan atau ratusan juta tahun akibat peristiwa alamiah belaka. Terdapat kekuatan dan kehendak di luar alam yang secara sengaja memunculkan kedua bentuk bidang datar ini secara terpisah.

Teori evolusi bujur sangkar menjadi lingkaran

Lucu, menggelikan dan sungguh tidak masuk akal. Demikianlah tanggapan yang akan muncul jika Anda mengisahkan secara serius teori pertama tentang asal usul lingkaran kepada orang lain, sebagaimana dipaparkan di atas. Kalau tidak percaya, Anda boleh mencobanya, sembari menggambar proses tersebut dengan ilustrasi sederhana, sebagaimana di bawah ini.

Namun teori evolusi jauh lebih tidak masuk akal dari dongeng di atas, sebab yang menjadi bahasan evolusi bukanlah sekedar bentuk sesederhana lingkaran dan bujur sangkar. Evolusi malah menganggap bahwa makhluk hidup yang merupakan bentuk tiga dimensi dengan struktur dan fungsi yang jauh lebih rumit dan sempurna, mengalami proses serupa sebagaimana dongeng di atas. Yang jauh lebih menarik lagi adalah bagaimana teori ini dapat dipercaya oleh jutaan manusia di seluruh dunia, padahal tidak terdapat bukti yang mendukungnya sebagai fakta ilmiah. Lalu ‘bukti’ apakah yang menjadikan dongeng ini mudah diterima masyarakat luas?

Yang pasti, jika sesuatu tidak memiliki bukti apa pun karena memang tidak pernah terjadi di alam, maka agar seolah ‘tampak sebagai fakta ilmiah’ maka bukti itu harus dibuat, direkayasa, atau kalau perlu dipalsukan. Agar tetap dipercaya orang, propaganda evolusi tetap saja disebarluaskan walau bukti ilmiahnya tidak ditemukan, atau tak pernah ditemukan karena memang tidak pernah ada. Kesimpulannya, evolusi lebih tepat disebut sebagai dongeng daripada teori ilmiah.

(Sumber: Insight Magazine, Desember 2003)





SKANDAL NGENGAT
Kisah Sesungguhnya tentang Melanisme Industri

Ketika sumber-sumber evolusionis dikaji, akan pasti didapati bahwa contoh tentang ngengat di Inggris selama Revolusi Industri, dicantumkan sebagai bukti evolusi melalui seleksi alam. Dalam buku pelajaran, majalah dan bahkan sumber-sumber akademis, hal ini dikemukakan sebagai bukti paling nyata bagi peristiwa evolusi yang teramati di alam. Meskipun sebenarnya bukti tersebut tidak ada kaitannya dengan evolusi sama sekali.

Sebelumnya, mari kita ingat kembali apa yang sebenarnya dikemukakan: Menurut kisahnya, sekitar permulaan Revolusi Industri di Inggris, kulit batang pohon di sekitar kota Manchester berwarna sangat terang. Karenanya, ngengat warna gelap yang menghinggapi pepohonan tersebut, mudah dikenali burung-burung pemangsanya. Dengan demikian, ngengat gelap berkemungkinan sangat kecil untuk bertahan hidup. Lima puluh tahun kemudian, di hutan-hutan di mana polusi industri telah membunuh lumut kerak, kulit batang pepohonan menjadi lebih gelap, dan kini ngengat warna cerah menjadi yang paling dimangsa, karena paling mudah terlihat. Akibatnya, perbandingan antara jumlah ngengat warna cerah dengan yang berwarna gelap menjadi semakin kecil. Para pendukung evolusi mempercayainya sebagai sebuah bukti sangat penting yang mendukung teori mereka. Mereka malah berlindung dan menghibur diri dengan mengemukakan hal ini sebagai peristiwa ber-“evolusi”-nya ngengat warna cerah menjadi ngengat warna gelap.


Contoh penggelapan warna karena pengaruh industri jelas bukan bukti evolusi, sebab proses ini tidak memunculkan jenis ngengat baru। Seleksi hanya terjadi di antara varietas yang telah ada.

Namun demikian, walaupun kita percaya bahwa peristiwa berubahnya populasi ngengat ini benar, seharusnya sudah sangat jelas bahwa ngengat-ngengat ini tidak bisa dijadikan bukti bagi teori evolusi. Hal ini karena bentuk atau jenis makhluk hidup baru yang sebelumnya belum pernah ada tidaklah dihasilkan pada peristiwa ini. Ngengat warna gelap telah ada dalam populasi ngengat sebelum Revolusi Industri berlangsung. Hanya perbandingan jumlah varitas ngengatlah yang berubah, dan bukan bentuk atau jenis ngengatnya; dengan kata lain tidak ada evolusi apa pun yang terjadi. Ngengat tidak mendapatkan sifat atau organ baru, yang mengarah ke pembentukan spesies baru (spesiasi). Agar suatu spesies ngengat dapat berubah menjadi spesies lain, misalnya burung, harus ada penambahan baru pada gen-gennya. Itu berarti, suatu program genetis yang benar-benar berbeda harus dimasukkan ke dalam sel-sel ngengat agar memuat informasi tentang ciri-ciri fisik burung.

Gambar yang memperlihatkan batang pohon yang dihinggapi ngengat pra-Revolusi Industri (atas), dan saat berlangsungnya Revolusi Industri (bawah). Karena batang pohon menjadi semakin gelap, burung semakin mudah memangsa ngengat warna terang sehingga populasinya menurun. Namun ini bukanlah contoh “evolusi”, sebab tak satu pun spesies baru yang dihasilkan; yang terjadi hanyalah berubahnya perbandingan populasi dua ngengat berwarna beda yang sudah ada sebelumnya dalam satu spesies ngengat yang juga telah ada sebelumnya.


Ini adalah jawaban untuk menyanggah kisah evolusionis tentang “Melanisme Industri”. Namun, ada satu sisi yang lebih menarik dari kisah ini: Tidak hanya penafsirannya, tetapi kisah itu sendiri pun ternyata cacat. Sebagaimana penjelasan seorang ahli biologi molekuler Amerika, Jonathan Wells, dalam bukunya Icons of Evolution: Why Much of What We Teach About Evolution Is Wrong (Lambang-Lambang Evolusi: Mengapa Banyak dari Apa yang Kita Ajarkan tentang Evolusi adalah Salah), cerita tentang ngengat ini dimuat di setiap buku biologi pro-evolusi, karenanya menjadi sebuah “lambang” dengan pengertian ini. Menurutnya, kisah tersebut tidak memiliki nilai kebenaran. Wells mengulas dalam bukunya bagaimana percobaan Bernard Kettlewell, yang dikenal sebagai “bukti percobaan” yang mendukung kisah tersebut, kenyataanya adalah sebuah skandal ilmiah. Sejumlah bagian mendasar dari skandal ini adalah:

•Banyak percobaan yang dilakukan menyusul percobaan Kettlewell mengungkap bahwa hanya satu dari beragam ngengat ini yang hinggap pada batang pokok pohon, dan selebihnya yang lain lebih suka hinggap di bawah dahan kecil yang horisontal. Sejak tahun 1980 telah diketahui dengan jelas bahwa ngengat tidak biasanya hinggap di batang pokok pohon. Selama 25 tahun penelitian di lapangan, banyak ilmuwan seperti Cyril Clarke dan Rory Howlett, Michael Majerus, Tony Liebert, dan Paul Brakefield menyimpulkan bahwa dalam percobaan Kettwell, ngengat dipaksa berperilaku tidak seperti biasanya (tidak alamiah). Oleh karena itu, hasil percobaan tersebut tidak dapat dibenarkan secara ilmiah.

•Para Ilmuwan yang menguji kesimpulan Kettlewell menemukan hasil yang justru lebih menarik: Walaupun jumlah ngengat warna terang diperkirakan berjumlah lebih banyak di daerah-daerah yang kurang terkena polusi di Inggris, ngengat warna gelap di sana ternyata justru berjumlah empat kali lebih banyak daripada ngengat warna terang. Ini berarti tidak terdapat hubungan antara populasi ngengat dengan batang pokok pepohonan sebagaimana yang dikatakan Kettlewell dan diulang-ulang oleh hampir semua sumber evolusi.

•Saat penelitian ini diperdalam, skandal ini pun semakin menjadi-jadi: “Ngengat pada batang pokok pohon” yang dipotret oleh Kettlewell, sebenarnya adalah ngengat yang telah mati. Kettlewell menggunakan spesimen ngengat mati yang dilem atau direkatkan pada batang pokok pepohonan dan kemudian memotretnya. Sebenarnya, sangat kecil kemungkinannya untuk mengambil gambar seperti itu karena ngengat tidak hinggap di batang pokok pohon, melainkan di bawah dedaunan.

Berbagai kenyataan ini diungkap oleh masyarakat ilmiah hanya di akhir tahun1990-an. Runtuhnya dongeng Melanisme Industri, yang telah menjadi salah satu pokok bahasan terpenting dalam mata kuliah “Pendahuluan tentang Teori Evolusi” di berbagai universitas selama puluhan tahun, sangat mengecewakan para evolusionis. Salah seorang dari mereka, Jerry Coyne, mengatakan:

Tanggapan saya sendiri menyerupai kekecewaan yang mengiringi temuan saya, pada umur 6 tahun, ternyata ayah sayalah yang mebawa hadiah di malam natal dan bukan Santa. (Jerry Coyne, "Not Black and White", a review of Michael Majerus's Melanism: Evolution in Action, Nature, 396, 1988, h. 35-36.)

Demikianlah, “contoh paling terkenal dari seleksi alam” telah terhempaskan ke tumpukan sampah sejarah sebagai sebuah skandal ilmiah – sesuatu yang tak terelakkan, sebab, bertentangan dengan pernyataan evolusionis, seleksi alam bukanlah sebuah “mekanisme evolusi”.

Singkatnya, seleksi alam tidak mampu menambahkan atau menghilangkan organ baru pada makhluk hidup, serta tidak pula mampu merubah suatu spesies menjadi spesies lain. Bukti “terbesar” yang diajukan sejak masa Darwin, tidak mampu beranjak lebih jauh dari sekedar dongeng “Melanisme Industri” pada ngengat di Inggris.

(Sumber: Insight Magazine, Desember 2003)



SKANDAL GAMBAR PALSU

"[Gambar-gambar Haeckel] ini tampaknya sedang menjadi salah satu pemalsuan paling terkenal dalam biologi,"…
(Science, 5 September 1997)

Apa yang biasa disebut sebagai “teori rekapitulasi” sudah sejak lama dihapuskan dari tulisan-tulisan ilmiah. Anehnya, bahasan ini tetap saja ditampilkan sebagai sebuah kebenaran ilmiah oleh sejumlah terbitan evolusionis. Istilah “rekapitulasi” (yang berarti pengulangan kembali secara lebih singkat) adalah ringkasan dari pernyataan “ontogeni merekapitulasi filogeni”, yang diajukan oleh ahli biologi evolusi Jerman, Ernst Haeckel, di akhir abad kesembilan belas. Ontogeni adalah tahap-tahap pertumbuhan embrio, sedangkan filogeni adalah hubungan kekerabatan hewan menurut perjalanan evolusi yang biasa digambarkan dalam bentuk diagram pohon beserta cabang- cabangnya.

Teori Haeckel ini menyatakan bahwa embrio-embrio makhluk hidup mengalami kembali proses evolusi yang dialami oleh nenek moyang mereka, yang diduga ada. Ia berpendapat bahwa selama perkembangannya dalam rahim sang ibu, embrio manusia awalnya memperlihatkan ciri seekor ikan, lalu seekor reptil, dan akhirnya menyerupai seorang manusia.

Telah lama dibuktikan bahwa teori ini sama sekali palsu. Kini diketahui, insang” yang diyakini terbentuk di tahap awal embrio manusia ternyata adalah bentuk-bentuk awal dari saluran telinga bagian tengah, kelenjar timus dan paratiroid. Bagian embrio yang diserupakan sebagai “kantung kuning telur” ternyata sebuah kantung yang menghasilkan darah bagi bayi. Bagian yang dianggap sebagai “ekor” oleh Haeckel dan para pengikutnya ternyata adalah tulang belakang, yang menyerupai ekor hanya karena terbentuk lebih dulu daripada kaki.

Ini adalah fakta-fakta ilmiah yang diakui luas kebenarannya di dunia ilmiah, dan diterima bahkan oleh kalangan evolusionis sendiri. Dua pendukung neo-Darwinisme terkemuka, George Gaylord Simpson dan W. Beck mengakui:

Haeckel salah menyatakan prinsip evolusi yang dipakai. Sekarang dengan mantap telah dikukuhkan bahwa ontogeni tidak mengulangi filogeni. (G. G. Simpson, W. Beck, An Introduction to Biology, Harcourt Brace and World, New York, 1965, h. 241)


Dengan gambar-gambar embrio palsunya, Ernst Haeckel menipu dunia ilmu pengetahuan selama sekitar satu abad.






Di bawah ini dimuat dalam sebuah tulisan di New Scientist tertanggal 16 Oktober 1999:

[Haeckel] menamakan ini sebagai hukum biogenetika, dan gagasan ini kemudian secara luas disebut sebagai rekapitulasi. Faktanya, hukum Haeckel yang tegas itu tak lama kemudian terbukti keliru. Misalnya, embrio manusia tahap awal tidak pernah memiliki insang yang berfungsi seperti ikan, dan tak pernah melewati tahapan-tahapan yang menyerupai kera atau reptil dewasa. (Ken McNamara, "Embryos and Evolution," New Scientist, vol. 12416, 16 October 1999. (penekanan ditambahkan))

Dalam tulisan yang dimuat di American Scientist, kita membaca:

Sungguh, hukum biogenetika itu sudah benar-benar mati. Hukum ini akhirnya dihilangkan dari buku pelajaran biologi pada tahun lima puluhan. Sebagai sebuah pokok pengkajian teoritis yang serius, hukum ini ini sudah punah di tahun dua puluhan… (Keith S. Thomson, "Ontogeny and Phylogeny Recapitulated," American Scientist, vol. 76, May/June 1988, h. 273.)

Sisi menarik lain dari “rekapitulasi” adalah sosok Ernst Haeckel itu sendiri, sang pemalsu yang merekayasa gambar-gambarnya demi mendukung teori yang ia ajukan. Pemalsuan oleh Haeckel ditujukan untuk menampilkan kesan bahwa embrio manusia dan ikan memiliki kemiripan satu sama lain. Ketika terungkap, satu-satunya pembelaan yang ia kemukakan adalah perkataan bahwa para evolusionis lain telah melakukan perbuatan serupa:

Setelah pengakuan yang memalukan atas "pemalsuan" ini, saya sepatutnya menganggap diri saya tercela dan tak berguna, seandainya saya tidak merasa terhibur oleh adanya ratusan "orang hukuman" yang senasib dengan saya, di antaranya terdapat para pengamat paling terpercaya dan para ahli biologi paling terhormat. Kebanyakan dari semua gambar yang ada pada buku-buku pelajaran, makalah dan jurnal biologi terbaik, hingga tingkat yang sama, menanggung dakwaan "pemalsuan", karena semua gambar itu tidak pasti, banyak sedikitnya sudah diubah-ubah, diatur dan dirancang. (Francis Hitching, The Neck of the Giraffe: Where Darwin Went Wrong, Ticknor and Fields, New York, 1982, h. 204.)












Gambar-gambar palsu buatan Haeckel.


Dalam jurnal ilmiah terkenal Science edisi 5 September 1997, dimuat sebuah tulisan yang mengungkap bahwa gambar embrio Haeckel adalah hasil penipuan. Tulisan itu, yang diberi judul "Haeckel's Embryos: Fraud Rediscovered" (Embrio-Embrio Haeckel: Pemalsuan yang Terungkap Lagi) menyatakan berikut ini:

Kesan yang diberikan [oleh gambar-gambar Haeckel], yang menyatakan bahwa semua embrio itu persis sama, adalah salah, ungkap Michael Richardson, seorang ahli embriologi di Fakultas Kedokteran St. George's di London… Demikianlah, ia dan rekan-rekannya melakukan sendiri suatu penelitian pembandingan, memeriksa ulang dan memotret beberapa embrio, yang berasal dari spesies dan umur yang kira-kira setara dengan gambar Haeckel. Nyatalah bahwa semua embrio itu "seringkali tampak benar-benar berbeda luar biasa", lapor Richardson dalam [jurnal] Anatomy and Embryology, terbitan bulan Agustus. (Elizabeth Pennisi, "Haeckel's Embryos: Fraud Rediscovered," Science, 5 September, 1997. (penekanan ditambahkan))





Dalam edisi 5 September 1997, jurnal terkenal Science menerbitkan sebuah tulisan yang mengungkap bahwa gambar-gambar buatan Haeckel telah dipalsukan. Tulisan tersebut memaparkan bagaimana embrio-embrio tersebut ternyata sangat berbeda satu sama lain.






Jurnal Science menjelaskan, agar dapat menunjukkan bahwa embrio-embrio itu mirip, Haeckel dengan sengaja menghilangkan sebagian organ dari gambar-gambar buatannya atau menambahkan organ-organ rekaan. Kemudian di artikel yang sama, informasi berikut ini terungkap:


Haeckel tidak saja menambah dan mengurangi sejumlah bagian, lapor Richardson dan rekan-rekannya, tetapi ia juga memalsukan ukurannya untuk melebih-lebihkan kesamaan di antara spesies, meskipun terdapat perbedaan ukuran sebesar 10 kali. Terlebih, Haeckel menyamarkan perbedaan dengan cara tidak menyebutkan nama spesies dalam banyak kasus, seakan-akan satu contoh saja sudah benar-benar cukup untuk mewakili satu kelompok hewan secara keseluruhan. Nyatanya, Richardson dan rekan-rekannya mencermati, bahkan embrio hewan dari jenis-jenis yang erat hubungannya sekali pun, misalnya ikan, agak berlainan dalam rupa serta jalur perkembangannya. "[Gambar-gambar Haeckel] ini tampaknya sedang menjadi salah satu pemalsuan paling terkenal dalam biologi," Richardson menyimpulkan. (Elizabeth Pennisi, "Haeckel's Embryos: Fraud Rediscovered," Science, 5 September, 1997. (penekanan ditambahkan))

Tulisan di jurnal Science itu meneruskan dengan memperbincangkan bagaimana pengakuan-pengakuan Haeckel seputar masalah ini disembunyikan sejak awal abad yang lalu, dan bagaimana gambar-gambar palsu itu mulai ditampilkan di buku-buku pelajaran sebagai fakta ilmiah:

Pengakuan Haeckel menghilang setelah gambar-gambar buatannya kemudian digunakan dalam sebuah buku tahun 1901 berjudul Darwin and After Darwin dan ditampilkan ulang secara luas dalam buku-buku pelajaran biologi berbahasa Inggris. (Elizabeth Pennisi, "Haeckel's Embryos: Fraud Rediscovered," Science, 5 September, 1997. (penekanan ditambahkan))


Sejumlah pengamatan di tahun-tahun belakangan mengungkap bahwa embrio-embrio spesies yang berbeda tidaklah menyerupai satu sama lain, sebagaimana yang Haeckel coba tampilkan. Sejumlah perbedaan besar antara embrio mamalia, reptil, dan kelelawar di atas adalah contoh nyata tentang hal ini.


Singkatnya, meskipun gambar-gambar Haeckel yang telah dipalsukan merupakan fakta yang telah terungkap di tahun 1901, namun dunia ilmu pengetahuan masih saja ditipu olehnya selama sekitar satu abad. Jika evolusi merupakan fakta ilmiah, mengapa para evolusionis yang tidak mampu menemukan buktinya malah merekayasa atau memalsukan bukti? Ini berarti mereka lebih mengedepankan dogma atau ideologi daripada ilmu pengetahuan. Mereka yang menganut keyakinan evolusionis secara tak sadar telah menyatakan pesan penting: Evolusi bukanlah ilmu pengetahuan, melainkan dogma, keyakinan buta yang terus mereka coba pertahankan, walaupun fakta ilmiah membuktikan sebaliknya.

(Sumber: Insight Magazine, Desember 2003)



PEMALSUAN LEBIH DARI SEABAD...

Amerika Serikat merupakan negara di mana sebagian kalangan ilmuwannya sangat gencar melancarkan gerakan anti-evolusi hingga detik ini. Berdasarkan dengan bukti-bukti ilmiah terkini, para profesor, doktor, dan kalangan akademisi ini menemukan teori evolusi tidaklah absah secara ilmiah. Malahan, mereka berhasil membongkar berbagai pemalsuan dan kecurangan yang dimuat di sejumlah literatur ilmiah, termasuk buku-buku pelajaran, demi mendukung teori yang tidak terbukti: evolusi. Kegiatan mereka ini sempat dimuat di harian terkenal di Amerika Serikat, the New York Times, 8 April 2001, dengan judul “Biology Text Illustrations More Fiction Than Fact” (Gambar-Gambar di Buku Pelajaran Biologi, Lebih Fiksi daripada Fakta). James Glanz, sang penulis, memaparkan:

Secara khusus, para pendukung gagasan perancangan (lawan evolusi, pent.) mengutip gambar-gambar abad ke-19 buatan biologiwan Jerman, Ernst Haeckel, yang mengemukakan bahwa tahapan-tahapan awal perkembangan embrio dari banyak hewan, termasuk manusia, hampir sama persis, dan berkembang menjadi wujud berbeda hanya di tahap kemudian. Ia mengatakan, kemiripan itu membuktikan bahwa seluruh hewan memiliki satu nenek moyang bersama.

Gambar-gambar itu disalin ulang dari satu buku pelajaran ke buku pelajaran lainnya selama lebih dari seabad.

Namun, beberapa tahun lalu para ahli biologi menemukan bahwa banyak dari gambar-gambar tersebut palsu, dan kemiripan-kemiripan yang sesungguhnya tidaklah sebesar itu. Akan tetapi, sejumlah buku-buku pelajaran masih saja memuatnya.

Salah satu buku pelajaran yang memuat gambar-gambar cacat tersebut adalah edisi ketiga buku Molecular Biology of the Cell (Biologi Molekuler Sel), buku acuan utama di bidang tersebut. Penulisnya meliputi Dr. Bruce Alberts, pakar biokimia yang juga presiden the National Academy of Sciences (Lembaga Ilmu Pengetahuan Nasional), dan Dr. James D. Watson, ahli genetika yang memperoleh Hadiah Nobel bagi prestasinya dalam mengungkap struktur molekul DNA.

Dalam sebuah wawancara… Dr. Alberts mengatakan gambar-gambar tersebut akan dihilangkan dalam edisi keempat buku pelajaran tersebut, yang akan terbit di penghujung tahun ini (2001, pent.)…

Sungguh mengundang tanda tanya besar, bagaimana bisa pemalsuan ini dapat dipertahankan sebagai fakta ilmiah selama lebih dari seabad? Dan bagaimana mungkin ilmuwan sekaliber Dr. James Watson dan Dr. Alberts bisa sampai memuat gambar-gambar rekayasa itu dalam karya besarnya? Ilmu pengetahuan tidak sepatutnya mempertahankan teori atau bukti yang nyata-nyata telah keliru, apalagi sampai menampilkannya sebagai bukti ilmiah selama seratus tahun.


Ernst Haeckel, salah seorang pemalsu terbesar dalam sejarah ilmu pengetahuan. Ketika pemalsuan yang dilakukannya terbongkar, ia berkata: “Setelah pengakuan yang memalukan atas "pemalsuan" ini, saya sepatutnya menganggap diri saya tercela dan tak berguna, seandainya saya tidak merasa terhibur oleh adanya ratusan "orang hukuman" yang senasib dengan saya, di antaranya terdapat para pengamat paling terpercaya dan para ahli biologi paling terhormat. Kebanyakan dari semua gambar yang ada pada buku-buku pelajaran, makalah dan jurnal biologi terbaik, hingga tingkat yang sama, menanggung dakwaan "pemalsuan", karena semua gambar itu tidak pasti, banyak sedikitnya sudah diubah-ubah, diatur dan dirancang. “ (Francis Hitching, The Neck of the Giraffe: Where Darwin Went Wrong, Ticknor and Fields, New York, 1982, h. 204.)




The New York Times, pada tanggal 8 April, 2001, menyediakan ruang yang besar untuk membahas teori rancangan cerdas dan berbagai gagasan dari para ilmuwan dan ahli filsafat yang mendukung teori ini, seperti Michael Behe dan William Dembski. Secara umum dinyatakan, secara ilmiah teori rancangan cerdas adalah absah dan patut dihormati, sehingga Darwinisme akan terguncang sampai ke akarnya. Berita ini juga memuat gambar palsu buatan Haeckel dan membandingkannya dengan gambar-gambar embrio yang asli di bawah mikroskop.

(Sumber: Insight Magazine, Desember 2003)

YANG TERSEMBUNYI
DI BALIK PERCOBAAN MILLER


“Miller tampak tak terkesan dengan teori-teori terkini yang diajukan tentang asal usul kehidupan, dan menganggapnya sebagai “omong kosong” atau “kimia di atas kertas.” …Miller mengakui bahwa para ilmuwan mungkin tak pernah tahu dengan pasti di mana dan kapan kehidupan berawal.”

Penelitian yang paling diterima luas tentang asal usul kehidupan adalah percobaan yang dilakukan peneliti Amerika, Stanley Miller, di tahun 1953. (Percobaan ini juga dikenal sebagai “percobaan Urey-Miller” karena sumbangsih pembimbing Miller di University of Chicago, Harold Urey). Percobaan inilah satu-satunya “bukti” milik para evolusionis yang digunakan untuk membuktikan pendapat tentang “evolusi kimiawi”. Mereka mengemukakannya sebagai tahapan awal proses evolusi yang mereka yakini, yang akhirnya memunculkan kehidupan.

Melalui percobaan, Stanley Miller bertujuan membuktikan bahwa di bumi yang tak berkehidupan miliaran tahun lalu, asam amino, satuan molekul pembentuk protein, dapat terbentuk dengan sendirinya secara alamiah tanpa campur tangan sengaja apa pun di luar kekuatan alam. Dalam percobaannya, Miller menggunakan campuran gas yang ia yakini terdapat pada bumi purba (yang kemudian terbukti tidak tepat). Campuran ini terdiri dari gas amonia, metana, hidrogen, dan uap air. Karena gas-gas ini takkan saling bereaksi dalam lingkungan alamiah, ia menambahkan energi ke dalamnya untuk memicu reaksi antar gas-gas tersebut. Dengan beranggapan energi ini dapat berasal dari petir pada atmosfer purba, ia menggunakan arus listrik untuk tujuan tersebut.

Miller memanaskan campuran gas ini pada suhu 100 derajat C selama seminggu dan menambahkan arus listrik. Di akhir minggu, Miller memeriksa zat-zat kimia yang telah terbentuk di dasar tabung, dan mengamati bahwa tiga dari dua puluh asam amino yang menyusun unsur-unsur pembentuk protein telah dihasilkan.

Percobaan ini memunculkan kegembiraan luar biasa di kalangan evolusionis, dan dikemukakan sebagai sebuah keberhasilan besar. Lebih dari itu, dalam kegembiraan yang berlebihan, beragam media cetak memuat judul utama seperti “Miller menciptakan kehidupan.” Padahal, yang berhasil dibuat Miller hanyalah sejumlah kecil molekul-molekul tak hidup. Namun sejak saat itu, percobaan Miller terbukti keliru dalam banyak hal.

GUGURNYA PERCOBAAN MILLER








Kini, Miller pun menerima bahwa percobaannya di tahun 1953 belum mampu menjelaskan asal usul kehidupan.


Ditujukan untuk membuktikan bahwa asam amino dapat terbentuk dengan sendirinya dalam lingkungan menyerupai bumi purba, Percobaan Miller malah mengandung ketidaksesuaian dalam sejumlah hal:

1- Dengan menggunakan mekanisme yang disebut “perangkap dingin”, Miller memisahkan molekul-molekul asam amino dari lingkungan, segera setelah terbentuk. Andai ia tidak melakukannya, keadaan lingkungan tempat asam amino terbentuk akan segera merusak molekul-molekul tersebut.

Tidak diragukan, mekanisme pemisahan sengaja seperti ini tidaklah ada pada bumi purba. Padahal, tanpa mekanisme seperti ini, sekalipun satu saja asam amino didapatkan, molekul tersebut akan cepat menjadi rusak. Ahli kimia, Richard Bliss, mengungkapkan ketidaksesuaian ini:

“Sebenarnya, tanpa perangkap ini, zat-zat kimia yang dihasilkan akan dirusak oleh sumber energi.” (Richard B. Bliss, Gary E. Parker, Duane T. Gish, Origin of Life, C.L.P. Publications, 3rd ed., California, 1990, h. 14-15.)

Dan benar adanya, dalam percobaan-percobaan sebelumnya, Miller tidak mampu membuat satu pun asam amino dari bahan-bahan yang sama tanpa mekanisme perangkap dingin.

2- Atmosfer purba yang Miller coba tiru dalam percobaannya tidaklah sesuai dengan kenyataan. Di tahun 1980-an, para ilmuwan sepakat bahwa seharusnya gas nitrogen dan karbon dioksidalah yang digunakan dalam lingkungan buatan itu dan bukan metana serta amonia.

Lalu, kenapa Miller bersikukuh menggunakan gas-gas ini? Jawabannya sederhana: tanpa amonia, mustahil membuat asam amino apa pun. Kevin Mc Kean berbicara tentang hal ini dalam sebuah tulisan di majalah Discover:

Miller dan Urey meniru atmosfer purbakala di bumi dengan campuran metana dan amonia. …Namun, dalam kajian-kajian terakhir, telah diketahui bahwa bumi sangatlah panas kala itu, dan tersusun atas nikel dan besi leleh. Karenanya, atmosfer kimiawi di masa itu sebagian besarnya haruslah tersusun atas nitrogen (N2), karbon dioksida (CO2), dan uap air (H2O). Tapi gas-gas ini tidaklah sepenting metana dan amonia bagi pembentukan molekul-molekul organik (Kevin Mc Kean, Bilim ve Teknik (Science and Technology), no. 189, h. 7.)

Ilmuwan Amerika, J. P. Ferris dan C. T. Chen mengulangi percobaan Miller dengan menggunakan lingkungan atmosfer yang berisi karbon dioksida, hidrogen, nitrogen, dan uap air; dan mereka tidak mampu mendapatkan bahkan satu saja molekul asam amino. (J. P. Ferris, C. T. Chen, "Photochemistry of Methane, Nitrogen, and Water Mixture As a Model for the Atmosphere of the Primitive Earth," Journal of American Chemical Society, vol. 97:11, 1975, h. 2964.)

3- Satu hal penting lain yang menggugurkan percobaan Miller adalah tersedianya cukup oksigen yang mampu merusak seluruh asam amino di atmosfer ketika molekul ini diyakini telah terbentuk. Kenyataan ini, yang diabaikan oleh Miller, diungkap oleh sisa-sisa besi teroksidasi yang ditemukan di bebatuan yang diperkirakan berusia 3,5 miliar tahun. ("New Evidence on Evolution of Early Atmosphere and Life," Bulletin of the American Meteorological Society, vol. 63, November 1982, h. 1328-1330.)

Terdapat sejumlah temuan yang menunjukkan bahwa kadar oksigen di atmosfer kala itu jauh lebih tinggi daripada yang sebelumnya dinyatakan para evolusionis. Berbagai penelitian juga menunjukkan, jumlah radiasi ultraviolet yang kala itu mengenai bumi adalah 10.000 lebih tinggi daripada perkiraan para evolusionis. Radiasi kuat ini dipastikan telah membebaskan oksigen dengan cara menguraikan uap air dan karbon dioksida di atmosfer.

Keadaan ini sama sekali bertentangan dengan percobaan Miller, di mana oksigen sama sekali diabaikan. Jika oksigen digunakan dalam percobaannya, metana akan teruraikan menjadi karbon dioksida dan air, dan amonia akan menjadi nitrogen dan air. Sebaliknya, di lingkungan bebas oksigen, takkan ada pula lapisan ozon; sehingga asam-asam amino akan segera rusak karena terkena sinar ultraviolet yang paling kuat tanpa perlindungan dari lapisan ozon. Dengan kata lain, dengan atau tanpa oksigen di bumi purba, hasilnya adalah lingkungan mematikan yang bersifat merusak bagi asam amino.

4- Di akhir percobaan Miller, terbentuk pula banyak asam organik yang bersifat merusak struktur dan fungsi makhluk hidup. Jika saja asam-asam amino tidak dipisahkan, dan dibiarkan pada lingkungan yang sama bersama zat-zat kimia ini, maka perusakan atau perubahan asam-asam amino menjadi senyawa-senyawa lain melalui berbagai reaksi kimia takkan terhindarkan.

Terlebih lagi, percobaan Miller juga menghasilkan asam-asam amino dekstro. Dihasilkannya asam-asam amino jenis ini dengan sendirinya menggugurkan teori tersebut, sebab asam amino dekstro tidak dapat digunakan bagi pembentukan makhluk hidup. Kesimpulannya, lingkungan yang menjadikan terbentuknya asam amino pada percobaan Miller tidaklah sesuai untuk kehidupan. Pada kenyataannya, medium ini berwujud campuran asam yang merusak dan mengoksidasi molekul-molekul berguna yang dihasilkan.

Semua fakta ini menunjukkan pada satu kebenaran nyata: percobaan Miller tidak dapat membuktikan bahwa makhluk hidup terbentuk dengan sendirinya tanpa sengaja karena pengaruh lingkungan menyerupai bumi purba. Keseluruhan percobaan itu tak lebih dari sekedar percobaan laboratorium yang terkendali untuk membuat asam-asam amino. Kenyataannya, dengan percobaannya, Miller menghancurkan pernyataan evolusi bahwa “kehidupan terbentuk akibat peristiwa-peristiwa tak disengaja.” Sebab, jika percobaan itu dianggap membuktikan sesuatu, maka itu adalah bahwa asam amino hanya dapat terbentuk di lingkungan laboratorium yang terkendali di mana semua kondisinya secara khusus dirancang melalui campur tangan sengaja.

Kini, percobaan Miller sama sekali diabaikan oleh para ilmuwan evolusionis sekalipun. Di jurnal ilmiah terkenal evolusionis, Earth, pernyataan berikut muncul dalam sebuah tulisan berjudul “Life’s Crucible”:

Ahli geologi sekarang beranggapan bahwa atmosfer purba utamanya terdiri dari karbon dioksida dan nitrogen, gas-gas yang lebih sulit bereaksi daripada yang digunakan dalam percobaan tahun 1953. Dan bahkan seandainya atmosfer Miller pernah ada, bagaimana Anda mendapatkan molekul-molekul sederhana seperti asam amino melalui perubahan-perubahan kimiawi yang diperlukan yang akan mengubahnya menjadi senyawa-senyawa yang lebih rumit, atau polimer, semacam protein? Miller sendiri menyerah di seputar teka teki ini. “Ini adalah masalah,” ia mendesah dengan gusar. “Bagaimana Anda membuat polimer? Itu tidaklah mudah.” ("Life's Crucible," Earth, February 1998, h. 34.)

John Horgan, dalam bukunya The End of Science (Akhir dari Ilmu Pengetahuan), menuturkan bahwa Stanley Miller memandang teori-teori yang dikemukakan di kemudian hari tentang asal usul kehidupan sungguh tidak berarti:

Nyatanya, hampir 40 tahun setelah percobaan aslinya, Miller mengatakan kepada saya bahwa memecahkan teka teki tentang asal usul kehidupan ternyata lebih sulit dari yang ia atau orang lain pernah bayangkan…Miller tampak tak terkesan dengan teori-teori terkini yang diajukan tentang asal usul kehidupan, dan menganggapnya sebagai “omong kosong” atau “kimia di atas kertas.” Ia begitu mengabaikan sejumlah hipotesis sehingga, ketika saya tanya pendapatnya tentang hipotesis itu, ia hanya menggelengkan kepala, mendesah dalam-dalam, dan tertawa terkekeh-kekeh – seolah terliputi oleh kebodohan manusia…Miller mengakui bahwa para ilmuwan mungkin tak pernah tahu dengan pasti di mana dan kapan kehidupan berawal. (Horgan, John, The End of Science, MA Addison-Wesley, 1996, h. 139.)

Inilah pengakuan Miller yang sesungguhnya. Anehnya, mengapa percobaan Miller masih saja dimuat di buku-buku pelajaran dan dianggap sebagai bukti penting asal usul kehidupan secara kimiawi? Ini sekali lagi menunjukkan betapa evolusi bukanlah teori ilmiah, melainkan keyakinan buta yang tetap dipertahankan meskipun bukti menunjukkan hal sebaliknya.

(Sumber: Insight Magazine, Desember 2003)

0 komentar: