Selasa, 14 April 2009

NENEK MOYANG LINGKARAN

Tahukah Anda, bagaimana bangun datar berupa lingkaran terbentuk pada awalnya? Terdapat dua teori berbeda yang mencoba menjelaskannya. Yang pertama adalah teori evolusi bujur sangkar. Teori ini mengatakan, lingkaran terbentuk akibat perubahan sedikit demi sedikit yang dialami oleh bujur sangkar dalam rentang waktu yang sangat lama. Dengan kata lain, bujur sangkar merupakan bentuk awal dari lingkaran. Suhu dan tekanan udara yang tinggi di masa bumi purba, gas-gas penyusun atmosfernya, serta pengaruh hujan dan petir yang sangat sering terjadi kala itu, menyebabkan keempat sudut bujur sangkar menjadi semakin tumpul dan semakin melingkar. Tingkat ketumpulan ini semakin lama semakin membesar dan melebar seiring dengan perjalanan waktu yang lamanya mencapai puluhan, bahkan ratusan juta tahun. Di akhir proses perubahan sedikit demi sedikit dan bertahap ini, lingkaran yang sempurna pun dihasilkan dari bentuk induk atau nenek moyangnya, yakni bujur sangkar. Singkatnya, lingkaran adalah hasil proses evolusi dari bujur sangkar.

Teori kedua menyatakan bahwa lingkaran adalah bentuk bangun datar yang memang sedari awal sudah ada, dan sudah berbentuk lingkaran sempurna. Dengan kata lain, terdapat suatu kecerdasan tertentu di luar kekuatan alam yang telah dengan sengaja membuat lingkaran dengan ukuran diameter tertentu, sebagaimana beragam bentuk bidang datar lainnya, termasuk bujur sangkar. Kekuatan alam semata tidak mungkin mampu memunculkan atau membuat bujur sangkar dan lingkaran. Keduanya ada karena sengaja dibuat secara terpisah dan sempurna. Bujur sangkar bukanlah nenek moyang dari lingkaran, atau sebaliknya, yang berubah selama puluhan atau ratusan juta tahun akibat peristiwa alamiah belaka. Terdapat kekuatan dan kehendak di luar alam yang secara sengaja memunculkan kedua bentuk bidang datar ini secara terpisah.

Teori evolusi bujur sangkar menjadi lingkaran

Lucu, menggelikan dan sungguh tidak masuk akal. Demikianlah tanggapan yang akan muncul jika Anda mengisahkan secara serius teori pertama tentang asal usul lingkaran kepada orang lain, sebagaimana dipaparkan di atas. Kalau tidak percaya, Anda boleh mencobanya, sembari menggambar proses tersebut dengan ilustrasi sederhana, sebagaimana di bawah ini.

Namun teori evolusi jauh lebih tidak masuk akal dari dongeng di atas, sebab yang menjadi bahasan evolusi bukanlah sekedar bentuk sesederhana lingkaran dan bujur sangkar. Evolusi malah menganggap bahwa makhluk hidup yang merupakan bentuk tiga dimensi dengan struktur dan fungsi yang jauh lebih rumit dan sempurna, mengalami proses serupa sebagaimana dongeng di atas. Yang jauh lebih menarik lagi adalah bagaimana teori ini dapat dipercaya oleh jutaan manusia di seluruh dunia, padahal tidak terdapat bukti yang mendukungnya sebagai fakta ilmiah. Lalu ‘bukti’ apakah yang menjadikan dongeng ini mudah diterima masyarakat luas?

Yang pasti, jika sesuatu tidak memiliki bukti apa pun karena memang tidak pernah terjadi di alam, maka agar seolah ‘tampak sebagai fakta ilmiah’ maka bukti itu harus dibuat, direkayasa, atau kalau perlu dipalsukan. Agar tetap dipercaya orang, propaganda evolusi tetap saja disebarluaskan walau bukti ilmiahnya tidak ditemukan, atau tak pernah ditemukan karena memang tidak pernah ada. Kesimpulannya, evolusi lebih tepat disebut sebagai dongeng daripada teori ilmiah.

(Sumber: Insight Magazine, Desember 2003)





SKANDAL NGENGAT
Kisah Sesungguhnya tentang Melanisme Industri

Ketika sumber-sumber evolusionis dikaji, akan pasti didapati bahwa contoh tentang ngengat di Inggris selama Revolusi Industri, dicantumkan sebagai bukti evolusi melalui seleksi alam. Dalam buku pelajaran, majalah dan bahkan sumber-sumber akademis, hal ini dikemukakan sebagai bukti paling nyata bagi peristiwa evolusi yang teramati di alam. Meskipun sebenarnya bukti tersebut tidak ada kaitannya dengan evolusi sama sekali.

Sebelumnya, mari kita ingat kembali apa yang sebenarnya dikemukakan: Menurut kisahnya, sekitar permulaan Revolusi Industri di Inggris, kulit batang pohon di sekitar kota Manchester berwarna sangat terang. Karenanya, ngengat warna gelap yang menghinggapi pepohonan tersebut, mudah dikenali burung-burung pemangsanya. Dengan demikian, ngengat gelap berkemungkinan sangat kecil untuk bertahan hidup. Lima puluh tahun kemudian, di hutan-hutan di mana polusi industri telah membunuh lumut kerak, kulit batang pepohonan menjadi lebih gelap, dan kini ngengat warna cerah menjadi yang paling dimangsa, karena paling mudah terlihat. Akibatnya, perbandingan antara jumlah ngengat warna cerah dengan yang berwarna gelap menjadi semakin kecil. Para pendukung evolusi mempercayainya sebagai sebuah bukti sangat penting yang mendukung teori mereka. Mereka malah berlindung dan menghibur diri dengan mengemukakan hal ini sebagai peristiwa ber-“evolusi”-nya ngengat warna cerah menjadi ngengat warna gelap.


Contoh penggelapan warna karena pengaruh industri jelas bukan bukti evolusi, sebab proses ini tidak memunculkan jenis ngengat baru। Seleksi hanya terjadi di antara varietas yang telah ada.

Namun demikian, walaupun kita percaya bahwa peristiwa berubahnya populasi ngengat ini benar, seharusnya sudah sangat jelas bahwa ngengat-ngengat ini tidak bisa dijadikan bukti bagi teori evolusi. Hal ini karena bentuk atau jenis makhluk hidup baru yang sebelumnya belum pernah ada tidaklah dihasilkan pada peristiwa ini. Ngengat warna gelap telah ada dalam populasi ngengat sebelum Revolusi Industri berlangsung. Hanya perbandingan jumlah varitas ngengatlah yang berubah, dan bukan bentuk atau jenis ngengatnya; dengan kata lain tidak ada evolusi apa pun yang terjadi. Ngengat tidak mendapatkan sifat atau organ baru, yang mengarah ke pembentukan spesies baru (spesiasi). Agar suatu spesies ngengat dapat berubah menjadi spesies lain, misalnya burung, harus ada penambahan baru pada gen-gennya. Itu berarti, suatu program genetis yang benar-benar berbeda harus dimasukkan ke dalam sel-sel ngengat agar memuat informasi tentang ciri-ciri fisik burung.

Gambar yang memperlihatkan batang pohon yang dihinggapi ngengat pra-Revolusi Industri (atas), dan saat berlangsungnya Revolusi Industri (bawah). Karena batang pohon menjadi semakin gelap, burung semakin mudah memangsa ngengat warna terang sehingga populasinya menurun. Namun ini bukanlah contoh “evolusi”, sebab tak satu pun spesies baru yang dihasilkan; yang terjadi hanyalah berubahnya perbandingan populasi dua ngengat berwarna beda yang sudah ada sebelumnya dalam satu spesies ngengat yang juga telah ada sebelumnya.


Ini adalah jawaban untuk menyanggah kisah evolusionis tentang “Melanisme Industri”. Namun, ada satu sisi yang lebih menarik dari kisah ini: Tidak hanya penafsirannya, tetapi kisah itu sendiri pun ternyata cacat. Sebagaimana penjelasan seorang ahli biologi molekuler Amerika, Jonathan Wells, dalam bukunya Icons of Evolution: Why Much of What We Teach About Evolution Is Wrong (Lambang-Lambang Evolusi: Mengapa Banyak dari Apa yang Kita Ajarkan tentang Evolusi adalah Salah), cerita tentang ngengat ini dimuat di setiap buku biologi pro-evolusi, karenanya menjadi sebuah “lambang” dengan pengertian ini. Menurutnya, kisah tersebut tidak memiliki nilai kebenaran. Wells mengulas dalam bukunya bagaimana percobaan Bernard Kettlewell, yang dikenal sebagai “bukti percobaan” yang mendukung kisah tersebut, kenyataanya adalah sebuah skandal ilmiah. Sejumlah bagian mendasar dari skandal ini adalah:

•Banyak percobaan yang dilakukan menyusul percobaan Kettlewell mengungkap bahwa hanya satu dari beragam ngengat ini yang hinggap pada batang pokok pohon, dan selebihnya yang lain lebih suka hinggap di bawah dahan kecil yang horisontal. Sejak tahun 1980 telah diketahui dengan jelas bahwa ngengat tidak biasanya hinggap di batang pokok pohon. Selama 25 tahun penelitian di lapangan, banyak ilmuwan seperti Cyril Clarke dan Rory Howlett, Michael Majerus, Tony Liebert, dan Paul Brakefield menyimpulkan bahwa dalam percobaan Kettwell, ngengat dipaksa berperilaku tidak seperti biasanya (tidak alamiah). Oleh karena itu, hasil percobaan tersebut tidak dapat dibenarkan secara ilmiah.

•Para Ilmuwan yang menguji kesimpulan Kettlewell menemukan hasil yang justru lebih menarik: Walaupun jumlah ngengat warna terang diperkirakan berjumlah lebih banyak di daerah-daerah yang kurang terkena polusi di Inggris, ngengat warna gelap di sana ternyata justru berjumlah empat kali lebih banyak daripada ngengat warna terang. Ini berarti tidak terdapat hubungan antara populasi ngengat dengan batang pokok pepohonan sebagaimana yang dikatakan Kettlewell dan diulang-ulang oleh hampir semua sumber evolusi.

•Saat penelitian ini diperdalam, skandal ini pun semakin menjadi-jadi: “Ngengat pada batang pokok pohon” yang dipotret oleh Kettlewell, sebenarnya adalah ngengat yang telah mati. Kettlewell menggunakan spesimen ngengat mati yang dilem atau direkatkan pada batang pokok pepohonan dan kemudian memotretnya. Sebenarnya, sangat kecil kemungkinannya untuk mengambil gambar seperti itu karena ngengat tidak hinggap di batang pokok pohon, melainkan di bawah dedaunan.

Berbagai kenyataan ini diungkap oleh masyarakat ilmiah hanya di akhir tahun1990-an. Runtuhnya dongeng Melanisme Industri, yang telah menjadi salah satu pokok bahasan terpenting dalam mata kuliah “Pendahuluan tentang Teori Evolusi” di berbagai universitas selama puluhan tahun, sangat mengecewakan para evolusionis. Salah seorang dari mereka, Jerry Coyne, mengatakan:

Tanggapan saya sendiri menyerupai kekecewaan yang mengiringi temuan saya, pada umur 6 tahun, ternyata ayah sayalah yang mebawa hadiah di malam natal dan bukan Santa. (Jerry Coyne, "Not Black and White", a review of Michael Majerus's Melanism: Evolution in Action, Nature, 396, 1988, h. 35-36.)

Demikianlah, “contoh paling terkenal dari seleksi alam” telah terhempaskan ke tumpukan sampah sejarah sebagai sebuah skandal ilmiah – sesuatu yang tak terelakkan, sebab, bertentangan dengan pernyataan evolusionis, seleksi alam bukanlah sebuah “mekanisme evolusi”.

Singkatnya, seleksi alam tidak mampu menambahkan atau menghilangkan organ baru pada makhluk hidup, serta tidak pula mampu merubah suatu spesies menjadi spesies lain. Bukti “terbesar” yang diajukan sejak masa Darwin, tidak mampu beranjak lebih jauh dari sekedar dongeng “Melanisme Industri” pada ngengat di Inggris.

(Sumber: Insight Magazine, Desember 2003)



SKANDAL GAMBAR PALSU

"[Gambar-gambar Haeckel] ini tampaknya sedang menjadi salah satu pemalsuan paling terkenal dalam biologi,"…
(Science, 5 September 1997)

Apa yang biasa disebut sebagai “teori rekapitulasi” sudah sejak lama dihapuskan dari tulisan-tulisan ilmiah. Anehnya, bahasan ini tetap saja ditampilkan sebagai sebuah kebenaran ilmiah oleh sejumlah terbitan evolusionis. Istilah “rekapitulasi” (yang berarti pengulangan kembali secara lebih singkat) adalah ringkasan dari pernyataan “ontogeni merekapitulasi filogeni”, yang diajukan oleh ahli biologi evolusi Jerman, Ernst Haeckel, di akhir abad kesembilan belas. Ontogeni adalah tahap-tahap pertumbuhan embrio, sedangkan filogeni adalah hubungan kekerabatan hewan menurut perjalanan evolusi yang biasa digambarkan dalam bentuk diagram pohon beserta cabang- cabangnya.

Teori Haeckel ini menyatakan bahwa embrio-embrio makhluk hidup mengalami kembali proses evolusi yang dialami oleh nenek moyang mereka, yang diduga ada. Ia berpendapat bahwa selama perkembangannya dalam rahim sang ibu, embrio manusia awalnya memperlihatkan ciri seekor ikan, lalu seekor reptil, dan akhirnya menyerupai seorang manusia.

Telah lama dibuktikan bahwa teori ini sama sekali palsu. Kini diketahui, insang” yang diyakini terbentuk di tahap awal embrio manusia ternyata adalah bentuk-bentuk awal dari saluran telinga bagian tengah, kelenjar timus dan paratiroid. Bagian embrio yang diserupakan sebagai “kantung kuning telur” ternyata sebuah kantung yang menghasilkan darah bagi bayi. Bagian yang dianggap sebagai “ekor” oleh Haeckel dan para pengikutnya ternyata adalah tulang belakang, yang menyerupai ekor hanya karena terbentuk lebih dulu daripada kaki.

Ini adalah fakta-fakta ilmiah yang diakui luas kebenarannya di dunia ilmiah, dan diterima bahkan oleh kalangan evolusionis sendiri. Dua pendukung neo-Darwinisme terkemuka, George Gaylord Simpson dan W. Beck mengakui:

Haeckel salah menyatakan prinsip evolusi yang dipakai. Sekarang dengan mantap telah dikukuhkan bahwa ontogeni tidak mengulangi filogeni. (G. G. Simpson, W. Beck, An Introduction to Biology, Harcourt Brace and World, New York, 1965, h. 241)


Dengan gambar-gambar embrio palsunya, Ernst Haeckel menipu dunia ilmu pengetahuan selama sekitar satu abad.






Di bawah ini dimuat dalam sebuah tulisan di New Scientist tertanggal 16 Oktober 1999:

[Haeckel] menamakan ini sebagai hukum biogenetika, dan gagasan ini kemudian secara luas disebut sebagai rekapitulasi. Faktanya, hukum Haeckel yang tegas itu tak lama kemudian terbukti keliru. Misalnya, embrio manusia tahap awal tidak pernah memiliki insang yang berfungsi seperti ikan, dan tak pernah melewati tahapan-tahapan yang menyerupai kera atau reptil dewasa. (Ken McNamara, "Embryos and Evolution," New Scientist, vol. 12416, 16 October 1999. (penekanan ditambahkan))

Dalam tulisan yang dimuat di American Scientist, kita membaca:

Sungguh, hukum biogenetika itu sudah benar-benar mati. Hukum ini akhirnya dihilangkan dari buku pelajaran biologi pada tahun lima puluhan. Sebagai sebuah pokok pengkajian teoritis yang serius, hukum ini ini sudah punah di tahun dua puluhan… (Keith S. Thomson, "Ontogeny and Phylogeny Recapitulated," American Scientist, vol. 76, May/June 1988, h. 273.)

Sisi menarik lain dari “rekapitulasi” adalah sosok Ernst Haeckel itu sendiri, sang pemalsu yang merekayasa gambar-gambarnya demi mendukung teori yang ia ajukan. Pemalsuan oleh Haeckel ditujukan untuk menampilkan kesan bahwa embrio manusia dan ikan memiliki kemiripan satu sama lain. Ketika terungkap, satu-satunya pembelaan yang ia kemukakan adalah perkataan bahwa para evolusionis lain telah melakukan perbuatan serupa:

Setelah pengakuan yang memalukan atas "pemalsuan" ini, saya sepatutnya menganggap diri saya tercela dan tak berguna, seandainya saya tidak merasa terhibur oleh adanya ratusan "orang hukuman" yang senasib dengan saya, di antaranya terdapat para pengamat paling terpercaya dan para ahli biologi paling terhormat. Kebanyakan dari semua gambar yang ada pada buku-buku pelajaran, makalah dan jurnal biologi terbaik, hingga tingkat yang sama, menanggung dakwaan "pemalsuan", karena semua gambar itu tidak pasti, banyak sedikitnya sudah diubah-ubah, diatur dan dirancang. (Francis Hitching, The Neck of the Giraffe: Where Darwin Went Wrong, Ticknor and Fields, New York, 1982, h. 204.)












Gambar-gambar palsu buatan Haeckel.


Dalam jurnal ilmiah terkenal Science edisi 5 September 1997, dimuat sebuah tulisan yang mengungkap bahwa gambar embrio Haeckel adalah hasil penipuan. Tulisan itu, yang diberi judul "Haeckel's Embryos: Fraud Rediscovered" (Embrio-Embrio Haeckel: Pemalsuan yang Terungkap Lagi) menyatakan berikut ini:

Kesan yang diberikan [oleh gambar-gambar Haeckel], yang menyatakan bahwa semua embrio itu persis sama, adalah salah, ungkap Michael Richardson, seorang ahli embriologi di Fakultas Kedokteran St. George's di London… Demikianlah, ia dan rekan-rekannya melakukan sendiri suatu penelitian pembandingan, memeriksa ulang dan memotret beberapa embrio, yang berasal dari spesies dan umur yang kira-kira setara dengan gambar Haeckel. Nyatalah bahwa semua embrio itu "seringkali tampak benar-benar berbeda luar biasa", lapor Richardson dalam [jurnal] Anatomy and Embryology, terbitan bulan Agustus. (Elizabeth Pennisi, "Haeckel's Embryos: Fraud Rediscovered," Science, 5 September, 1997. (penekanan ditambahkan))





Dalam edisi 5 September 1997, jurnal terkenal Science menerbitkan sebuah tulisan yang mengungkap bahwa gambar-gambar buatan Haeckel telah dipalsukan. Tulisan tersebut memaparkan bagaimana embrio-embrio tersebut ternyata sangat berbeda satu sama lain.






Jurnal Science menjelaskan, agar dapat menunjukkan bahwa embrio-embrio itu mirip, Haeckel dengan sengaja menghilangkan sebagian organ dari gambar-gambar buatannya atau menambahkan organ-organ rekaan. Kemudian di artikel yang sama, informasi berikut ini terungkap:


Haeckel tidak saja menambah dan mengurangi sejumlah bagian, lapor Richardson dan rekan-rekannya, tetapi ia juga memalsukan ukurannya untuk melebih-lebihkan kesamaan di antara spesies, meskipun terdapat perbedaan ukuran sebesar 10 kali. Terlebih, Haeckel menyamarkan perbedaan dengan cara tidak menyebutkan nama spesies dalam banyak kasus, seakan-akan satu contoh saja sudah benar-benar cukup untuk mewakili satu kelompok hewan secara keseluruhan. Nyatanya, Richardson dan rekan-rekannya mencermati, bahkan embrio hewan dari jenis-jenis yang erat hubungannya sekali pun, misalnya ikan, agak berlainan dalam rupa serta jalur perkembangannya. "[Gambar-gambar Haeckel] ini tampaknya sedang menjadi salah satu pemalsuan paling terkenal dalam biologi," Richardson menyimpulkan. (Elizabeth Pennisi, "Haeckel's Embryos: Fraud Rediscovered," Science, 5 September, 1997. (penekanan ditambahkan))

Tulisan di jurnal Science itu meneruskan dengan memperbincangkan bagaimana pengakuan-pengakuan Haeckel seputar masalah ini disembunyikan sejak awal abad yang lalu, dan bagaimana gambar-gambar palsu itu mulai ditampilkan di buku-buku pelajaran sebagai fakta ilmiah:

Pengakuan Haeckel menghilang setelah gambar-gambar buatannya kemudian digunakan dalam sebuah buku tahun 1901 berjudul Darwin and After Darwin dan ditampilkan ulang secara luas dalam buku-buku pelajaran biologi berbahasa Inggris. (Elizabeth Pennisi, "Haeckel's Embryos: Fraud Rediscovered," Science, 5 September, 1997. (penekanan ditambahkan))


Sejumlah pengamatan di tahun-tahun belakangan mengungkap bahwa embrio-embrio spesies yang berbeda tidaklah menyerupai satu sama lain, sebagaimana yang Haeckel coba tampilkan. Sejumlah perbedaan besar antara embrio mamalia, reptil, dan kelelawar di atas adalah contoh nyata tentang hal ini.


Singkatnya, meskipun gambar-gambar Haeckel yang telah dipalsukan merupakan fakta yang telah terungkap di tahun 1901, namun dunia ilmu pengetahuan masih saja ditipu olehnya selama sekitar satu abad. Jika evolusi merupakan fakta ilmiah, mengapa para evolusionis yang tidak mampu menemukan buktinya malah merekayasa atau memalsukan bukti? Ini berarti mereka lebih mengedepankan dogma atau ideologi daripada ilmu pengetahuan. Mereka yang menganut keyakinan evolusionis secara tak sadar telah menyatakan pesan penting: Evolusi bukanlah ilmu pengetahuan, melainkan dogma, keyakinan buta yang terus mereka coba pertahankan, walaupun fakta ilmiah membuktikan sebaliknya.

(Sumber: Insight Magazine, Desember 2003)



PEMALSUAN LEBIH DARI SEABAD...

Amerika Serikat merupakan negara di mana sebagian kalangan ilmuwannya sangat gencar melancarkan gerakan anti-evolusi hingga detik ini. Berdasarkan dengan bukti-bukti ilmiah terkini, para profesor, doktor, dan kalangan akademisi ini menemukan teori evolusi tidaklah absah secara ilmiah. Malahan, mereka berhasil membongkar berbagai pemalsuan dan kecurangan yang dimuat di sejumlah literatur ilmiah, termasuk buku-buku pelajaran, demi mendukung teori yang tidak terbukti: evolusi. Kegiatan mereka ini sempat dimuat di harian terkenal di Amerika Serikat, the New York Times, 8 April 2001, dengan judul “Biology Text Illustrations More Fiction Than Fact” (Gambar-Gambar di Buku Pelajaran Biologi, Lebih Fiksi daripada Fakta). James Glanz, sang penulis, memaparkan:

Secara khusus, para pendukung gagasan perancangan (lawan evolusi, pent.) mengutip gambar-gambar abad ke-19 buatan biologiwan Jerman, Ernst Haeckel, yang mengemukakan bahwa tahapan-tahapan awal perkembangan embrio dari banyak hewan, termasuk manusia, hampir sama persis, dan berkembang menjadi wujud berbeda hanya di tahap kemudian. Ia mengatakan, kemiripan itu membuktikan bahwa seluruh hewan memiliki satu nenek moyang bersama.

Gambar-gambar itu disalin ulang dari satu buku pelajaran ke buku pelajaran lainnya selama lebih dari seabad.

Namun, beberapa tahun lalu para ahli biologi menemukan bahwa banyak dari gambar-gambar tersebut palsu, dan kemiripan-kemiripan yang sesungguhnya tidaklah sebesar itu. Akan tetapi, sejumlah buku-buku pelajaran masih saja memuatnya.

Salah satu buku pelajaran yang memuat gambar-gambar cacat tersebut adalah edisi ketiga buku Molecular Biology of the Cell (Biologi Molekuler Sel), buku acuan utama di bidang tersebut. Penulisnya meliputi Dr. Bruce Alberts, pakar biokimia yang juga presiden the National Academy of Sciences (Lembaga Ilmu Pengetahuan Nasional), dan Dr. James D. Watson, ahli genetika yang memperoleh Hadiah Nobel bagi prestasinya dalam mengungkap struktur molekul DNA.

Dalam sebuah wawancara… Dr. Alberts mengatakan gambar-gambar tersebut akan dihilangkan dalam edisi keempat buku pelajaran tersebut, yang akan terbit di penghujung tahun ini (2001, pent.)…

Sungguh mengundang tanda tanya besar, bagaimana bisa pemalsuan ini dapat dipertahankan sebagai fakta ilmiah selama lebih dari seabad? Dan bagaimana mungkin ilmuwan sekaliber Dr. James Watson dan Dr. Alberts bisa sampai memuat gambar-gambar rekayasa itu dalam karya besarnya? Ilmu pengetahuan tidak sepatutnya mempertahankan teori atau bukti yang nyata-nyata telah keliru, apalagi sampai menampilkannya sebagai bukti ilmiah selama seratus tahun.


Ernst Haeckel, salah seorang pemalsu terbesar dalam sejarah ilmu pengetahuan. Ketika pemalsuan yang dilakukannya terbongkar, ia berkata: “Setelah pengakuan yang memalukan atas "pemalsuan" ini, saya sepatutnya menganggap diri saya tercela dan tak berguna, seandainya saya tidak merasa terhibur oleh adanya ratusan "orang hukuman" yang senasib dengan saya, di antaranya terdapat para pengamat paling terpercaya dan para ahli biologi paling terhormat. Kebanyakan dari semua gambar yang ada pada buku-buku pelajaran, makalah dan jurnal biologi terbaik, hingga tingkat yang sama, menanggung dakwaan "pemalsuan", karena semua gambar itu tidak pasti, banyak sedikitnya sudah diubah-ubah, diatur dan dirancang. “ (Francis Hitching, The Neck of the Giraffe: Where Darwin Went Wrong, Ticknor and Fields, New York, 1982, h. 204.)




The New York Times, pada tanggal 8 April, 2001, menyediakan ruang yang besar untuk membahas teori rancangan cerdas dan berbagai gagasan dari para ilmuwan dan ahli filsafat yang mendukung teori ini, seperti Michael Behe dan William Dembski. Secara umum dinyatakan, secara ilmiah teori rancangan cerdas adalah absah dan patut dihormati, sehingga Darwinisme akan terguncang sampai ke akarnya. Berita ini juga memuat gambar palsu buatan Haeckel dan membandingkannya dengan gambar-gambar embrio yang asli di bawah mikroskop.

(Sumber: Insight Magazine, Desember 2003)

YANG TERSEMBUNYI
DI BALIK PERCOBAAN MILLER


“Miller tampak tak terkesan dengan teori-teori terkini yang diajukan tentang asal usul kehidupan, dan menganggapnya sebagai “omong kosong” atau “kimia di atas kertas.” …Miller mengakui bahwa para ilmuwan mungkin tak pernah tahu dengan pasti di mana dan kapan kehidupan berawal.”

Penelitian yang paling diterima luas tentang asal usul kehidupan adalah percobaan yang dilakukan peneliti Amerika, Stanley Miller, di tahun 1953. (Percobaan ini juga dikenal sebagai “percobaan Urey-Miller” karena sumbangsih pembimbing Miller di University of Chicago, Harold Urey). Percobaan inilah satu-satunya “bukti” milik para evolusionis yang digunakan untuk membuktikan pendapat tentang “evolusi kimiawi”. Mereka mengemukakannya sebagai tahapan awal proses evolusi yang mereka yakini, yang akhirnya memunculkan kehidupan.

Melalui percobaan, Stanley Miller bertujuan membuktikan bahwa di bumi yang tak berkehidupan miliaran tahun lalu, asam amino, satuan molekul pembentuk protein, dapat terbentuk dengan sendirinya secara alamiah tanpa campur tangan sengaja apa pun di luar kekuatan alam. Dalam percobaannya, Miller menggunakan campuran gas yang ia yakini terdapat pada bumi purba (yang kemudian terbukti tidak tepat). Campuran ini terdiri dari gas amonia, metana, hidrogen, dan uap air. Karena gas-gas ini takkan saling bereaksi dalam lingkungan alamiah, ia menambahkan energi ke dalamnya untuk memicu reaksi antar gas-gas tersebut. Dengan beranggapan energi ini dapat berasal dari petir pada atmosfer purba, ia menggunakan arus listrik untuk tujuan tersebut.

Miller memanaskan campuran gas ini pada suhu 100 derajat C selama seminggu dan menambahkan arus listrik. Di akhir minggu, Miller memeriksa zat-zat kimia yang telah terbentuk di dasar tabung, dan mengamati bahwa tiga dari dua puluh asam amino yang menyusun unsur-unsur pembentuk protein telah dihasilkan.

Percobaan ini memunculkan kegembiraan luar biasa di kalangan evolusionis, dan dikemukakan sebagai sebuah keberhasilan besar. Lebih dari itu, dalam kegembiraan yang berlebihan, beragam media cetak memuat judul utama seperti “Miller menciptakan kehidupan.” Padahal, yang berhasil dibuat Miller hanyalah sejumlah kecil molekul-molekul tak hidup. Namun sejak saat itu, percobaan Miller terbukti keliru dalam banyak hal.

GUGURNYA PERCOBAAN MILLER








Kini, Miller pun menerima bahwa percobaannya di tahun 1953 belum mampu menjelaskan asal usul kehidupan.


Ditujukan untuk membuktikan bahwa asam amino dapat terbentuk dengan sendirinya dalam lingkungan menyerupai bumi purba, Percobaan Miller malah mengandung ketidaksesuaian dalam sejumlah hal:

1- Dengan menggunakan mekanisme yang disebut “perangkap dingin”, Miller memisahkan molekul-molekul asam amino dari lingkungan, segera setelah terbentuk. Andai ia tidak melakukannya, keadaan lingkungan tempat asam amino terbentuk akan segera merusak molekul-molekul tersebut.

Tidak diragukan, mekanisme pemisahan sengaja seperti ini tidaklah ada pada bumi purba. Padahal, tanpa mekanisme seperti ini, sekalipun satu saja asam amino didapatkan, molekul tersebut akan cepat menjadi rusak. Ahli kimia, Richard Bliss, mengungkapkan ketidaksesuaian ini:

“Sebenarnya, tanpa perangkap ini, zat-zat kimia yang dihasilkan akan dirusak oleh sumber energi.” (Richard B. Bliss, Gary E. Parker, Duane T. Gish, Origin of Life, C.L.P. Publications, 3rd ed., California, 1990, h. 14-15.)

Dan benar adanya, dalam percobaan-percobaan sebelumnya, Miller tidak mampu membuat satu pun asam amino dari bahan-bahan yang sama tanpa mekanisme perangkap dingin.

2- Atmosfer purba yang Miller coba tiru dalam percobaannya tidaklah sesuai dengan kenyataan. Di tahun 1980-an, para ilmuwan sepakat bahwa seharusnya gas nitrogen dan karbon dioksidalah yang digunakan dalam lingkungan buatan itu dan bukan metana serta amonia.

Lalu, kenapa Miller bersikukuh menggunakan gas-gas ini? Jawabannya sederhana: tanpa amonia, mustahil membuat asam amino apa pun. Kevin Mc Kean berbicara tentang hal ini dalam sebuah tulisan di majalah Discover:

Miller dan Urey meniru atmosfer purbakala di bumi dengan campuran metana dan amonia. …Namun, dalam kajian-kajian terakhir, telah diketahui bahwa bumi sangatlah panas kala itu, dan tersusun atas nikel dan besi leleh. Karenanya, atmosfer kimiawi di masa itu sebagian besarnya haruslah tersusun atas nitrogen (N2), karbon dioksida (CO2), dan uap air (H2O). Tapi gas-gas ini tidaklah sepenting metana dan amonia bagi pembentukan molekul-molekul organik (Kevin Mc Kean, Bilim ve Teknik (Science and Technology), no. 189, h. 7.)

Ilmuwan Amerika, J. P. Ferris dan C. T. Chen mengulangi percobaan Miller dengan menggunakan lingkungan atmosfer yang berisi karbon dioksida, hidrogen, nitrogen, dan uap air; dan mereka tidak mampu mendapatkan bahkan satu saja molekul asam amino. (J. P. Ferris, C. T. Chen, "Photochemistry of Methane, Nitrogen, and Water Mixture As a Model for the Atmosphere of the Primitive Earth," Journal of American Chemical Society, vol. 97:11, 1975, h. 2964.)

3- Satu hal penting lain yang menggugurkan percobaan Miller adalah tersedianya cukup oksigen yang mampu merusak seluruh asam amino di atmosfer ketika molekul ini diyakini telah terbentuk. Kenyataan ini, yang diabaikan oleh Miller, diungkap oleh sisa-sisa besi teroksidasi yang ditemukan di bebatuan yang diperkirakan berusia 3,5 miliar tahun. ("New Evidence on Evolution of Early Atmosphere and Life," Bulletin of the American Meteorological Society, vol. 63, November 1982, h. 1328-1330.)

Terdapat sejumlah temuan yang menunjukkan bahwa kadar oksigen di atmosfer kala itu jauh lebih tinggi daripada yang sebelumnya dinyatakan para evolusionis. Berbagai penelitian juga menunjukkan, jumlah radiasi ultraviolet yang kala itu mengenai bumi adalah 10.000 lebih tinggi daripada perkiraan para evolusionis. Radiasi kuat ini dipastikan telah membebaskan oksigen dengan cara menguraikan uap air dan karbon dioksida di atmosfer.

Keadaan ini sama sekali bertentangan dengan percobaan Miller, di mana oksigen sama sekali diabaikan. Jika oksigen digunakan dalam percobaannya, metana akan teruraikan menjadi karbon dioksida dan air, dan amonia akan menjadi nitrogen dan air. Sebaliknya, di lingkungan bebas oksigen, takkan ada pula lapisan ozon; sehingga asam-asam amino akan segera rusak karena terkena sinar ultraviolet yang paling kuat tanpa perlindungan dari lapisan ozon. Dengan kata lain, dengan atau tanpa oksigen di bumi purba, hasilnya adalah lingkungan mematikan yang bersifat merusak bagi asam amino.

4- Di akhir percobaan Miller, terbentuk pula banyak asam organik yang bersifat merusak struktur dan fungsi makhluk hidup. Jika saja asam-asam amino tidak dipisahkan, dan dibiarkan pada lingkungan yang sama bersama zat-zat kimia ini, maka perusakan atau perubahan asam-asam amino menjadi senyawa-senyawa lain melalui berbagai reaksi kimia takkan terhindarkan.

Terlebih lagi, percobaan Miller juga menghasilkan asam-asam amino dekstro. Dihasilkannya asam-asam amino jenis ini dengan sendirinya menggugurkan teori tersebut, sebab asam amino dekstro tidak dapat digunakan bagi pembentukan makhluk hidup. Kesimpulannya, lingkungan yang menjadikan terbentuknya asam amino pada percobaan Miller tidaklah sesuai untuk kehidupan. Pada kenyataannya, medium ini berwujud campuran asam yang merusak dan mengoksidasi molekul-molekul berguna yang dihasilkan.

Semua fakta ini menunjukkan pada satu kebenaran nyata: percobaan Miller tidak dapat membuktikan bahwa makhluk hidup terbentuk dengan sendirinya tanpa sengaja karena pengaruh lingkungan menyerupai bumi purba. Keseluruhan percobaan itu tak lebih dari sekedar percobaan laboratorium yang terkendali untuk membuat asam-asam amino. Kenyataannya, dengan percobaannya, Miller menghancurkan pernyataan evolusi bahwa “kehidupan terbentuk akibat peristiwa-peristiwa tak disengaja.” Sebab, jika percobaan itu dianggap membuktikan sesuatu, maka itu adalah bahwa asam amino hanya dapat terbentuk di lingkungan laboratorium yang terkendali di mana semua kondisinya secara khusus dirancang melalui campur tangan sengaja.

Kini, percobaan Miller sama sekali diabaikan oleh para ilmuwan evolusionis sekalipun. Di jurnal ilmiah terkenal evolusionis, Earth, pernyataan berikut muncul dalam sebuah tulisan berjudul “Life’s Crucible”:

Ahli geologi sekarang beranggapan bahwa atmosfer purba utamanya terdiri dari karbon dioksida dan nitrogen, gas-gas yang lebih sulit bereaksi daripada yang digunakan dalam percobaan tahun 1953. Dan bahkan seandainya atmosfer Miller pernah ada, bagaimana Anda mendapatkan molekul-molekul sederhana seperti asam amino melalui perubahan-perubahan kimiawi yang diperlukan yang akan mengubahnya menjadi senyawa-senyawa yang lebih rumit, atau polimer, semacam protein? Miller sendiri menyerah di seputar teka teki ini. “Ini adalah masalah,” ia mendesah dengan gusar. “Bagaimana Anda membuat polimer? Itu tidaklah mudah.” ("Life's Crucible," Earth, February 1998, h. 34.)

John Horgan, dalam bukunya The End of Science (Akhir dari Ilmu Pengetahuan), menuturkan bahwa Stanley Miller memandang teori-teori yang dikemukakan di kemudian hari tentang asal usul kehidupan sungguh tidak berarti:

Nyatanya, hampir 40 tahun setelah percobaan aslinya, Miller mengatakan kepada saya bahwa memecahkan teka teki tentang asal usul kehidupan ternyata lebih sulit dari yang ia atau orang lain pernah bayangkan…Miller tampak tak terkesan dengan teori-teori terkini yang diajukan tentang asal usul kehidupan, dan menganggapnya sebagai “omong kosong” atau “kimia di atas kertas.” Ia begitu mengabaikan sejumlah hipotesis sehingga, ketika saya tanya pendapatnya tentang hipotesis itu, ia hanya menggelengkan kepala, mendesah dalam-dalam, dan tertawa terkekeh-kekeh – seolah terliputi oleh kebodohan manusia…Miller mengakui bahwa para ilmuwan mungkin tak pernah tahu dengan pasti di mana dan kapan kehidupan berawal. (Horgan, John, The End of Science, MA Addison-Wesley, 1996, h. 139.)

Inilah pengakuan Miller yang sesungguhnya. Anehnya, mengapa percobaan Miller masih saja dimuat di buku-buku pelajaran dan dianggap sebagai bukti penting asal usul kehidupan secara kimiawi? Ini sekali lagi menunjukkan betapa evolusi bukanlah teori ilmiah, melainkan keyakinan buta yang tetap dipertahankan meskipun bukti menunjukkan hal sebaliknya.

(Sumber: Insight Magazine, Desember 2003)

Roti Burger’ dari Langit

Air, serta semua molekul lain di alam, memiki sifat khas. Perubahan kecil pada sifat air yang telah sempurna di setiap rinciannya ini akan berdampak merusak bagi kehidupan. Marilah kita cermati satu saja di antaranya, yakni bentuk tetes air hujan.

Berlawanan dengan pemahaman umum, butir air hujan tidaklah turun dalam bentuk menyerupai tetesan air mata atau bentuk mirip buah salak. Nyatanya, tetesan air hujan berbentuk bulat saat baru saja jatuh meninggalkan awan. Untuk butiran air hujan berukuran kecil, bentuk bulat ini bertahan. Namun, untuk butiran lebih besar, semakin jatuh ke bawah, bentuknya berubah dan lebih menyerupai setengah bola pipih. Dalam bahasa Inggris penampakan ini biasa disebut hamburger-bun shape atau bentuk roti burger: rata di permukaan bawahnya dan melingkar di permukaan atasnya (lihat gambar). Perubahan bentuk ini akibat gaya tekan udara pada permukaan bagian bawah tetesan air hujan yang sedang jatuh ke bumi. Gaya tekan yang berlawanan dengan arah turunnya hujan menyebabkan ratanya permukaan bawah tetesan air hujan. Bentuk ini memperbesar gaya hambat sehingga memperkecil kecepatan jatuhnya air hujan. Rendahnya kecepatan jatuhnya ke bumi menghindari kerusakan hebat akibat tumbukan air hujan.


Tetesan air hujan tidaklah berbentuk sebagaimana tampak pada gambar di sebelah kiri. Tetesan air hujan berbentuk bulat bola saat baru saja jatuh meninggalkan awan. Untuk butiran lebih besar, semakin jatuh ke bawah, bentuknya berubah dan lebih menyerupai bentuk roti burger: rata di permukaan bawahnya dan melingkar di permukaan atasnya. (lihat gambar sebelah kanan, tanda panah menunjukkan arah aliran udara yang dilalui air hujan yang turun ke bumi). Perubahan bentuk ini diakibatkan gaya tekan udara pada permukaan bawahnya. Gaya tekan ini bisa mengakibatkan butiran air hujan berukuran besar pecah menjadi butiran yang lebih kecil. Pada keadaan yang sebenarnya, setetes air hujan mengalami perubahan bentuk dan ukuran selama perjalanannya dari awan ke bumi. Ini salah satunya akibat tumbukan dengan butiran air hujan lainnya

Uraian singkat di atas sudah cukup menyiratkan bahwa hujan bukanlah sekedar air yang turun dari langit begitu saja. Segala yang berkaitan dengan air hujan, bahkan bentuk butirannya sekalipun, diperhitungkan cermat dan dirancang khusus. Air tidaklah ada begitu saja tanpa tujuan, tanpa arahan. Sebaliknya seluruh bagian terperinci air, bahkan seluruh isi alam semesta beserta seluk-beluknya yang terkecil, telah diciptakan secara sempurna oleh Sang Pencipta dengan tujuan menopang kehidupan. Fisikawan Inggris John Polkinghorne menyimpulkan:

Ada kesadaran dan tujuan di balik alam semesta. Banyak petunjuk tentang keberadaan ilahiah ini dalam bagaimana matematika abstrak bisa menembus rahasia-rahasia semesta, yang mendorong kesimpulan bahwa sebuah kecerdasan yang nalar menciptakan dunia. Alam ditata dengan sangat teliti agar memungkinkan munculnya kehidupan dan kesadaran. (“Science Finds God”, Newsweek, 27 Juli 1998)

(Sumber Insight Magazine, Maret 2004)



MEMILIKI BANYAK PERAN

Sebagian besar bumi diliputi air. Samudra dan laut melingkupi kira-kira tiga perempat bagian permukaan bumi. Juga ada danau dan sungai yang tak terhitung banyaknya di daratan. Salju yang menutupi puncak-puncak pegunungan tinggi adalah air yang membeku. Sebenarnya, satu bagian penting air bumi ada di langit. Awan mengandung jutaan ton air berbentuk uap. Bahkan udara yang Anda hirup saat ini mengandung sejumlah uap air. Lebih jauh lagi, air menyusun kira-kira 70% tubuh manusia. Ada lebih banyak air di dalam sel-sel kita daripada unsur-unsur lain. Darah yang mengalir di tubuh kita sebagian besarnya adalah air. Singkatnya, tak akan ada kehidupan tanpa air. Air telah dirancang khusus sebagai dasar kehidupan. Air adalah zat yang sifat fisika dan kimianya dirancang untuk kehidupan. Kini, marilah kita lihat beberapa sifat air yang menakjubkan ini.

Andai tak ada uap air...

Di antara sifat fisika air adalah sifat termal (sifat panas). Sifat termal air adalah sifat yang berhubungan dengan penghantaran atau pemindahan panas oleh air. Sifat termal ini meliputi besarnya panas yang diserap atau dilepaskan air untuk menaikkan atau menurunkan suhunya, atau untuk merubah wujudnya menjadi air, uap atau es.

Besarnya jumlah seluruh air laut yang ada di bumi menyeimbangkan suhu bumi. Peran ini mengakibatkan kecilnya perbedaan suhu siang dan malam di wilayah yang berdekatan dengan laut, terutama di pesisir pantai. Di wilayah padang pasir yang jauh dari lautan, perbedaan suhu ini dapat mencapai 400C.
Sifat termal air, yang berkemampuan besar dalam menyerap panas, berperan besar membentuk iklim hangat dan seimbang di bumi. Berkat sifat-sifat molekul air, wilayah lautan yang lebih kaya uap air, menghangat dan mendingin lebih lambat daripada daratan. Itu berarti, sementara beda suhu antara tempat terpanas dan terdingin di daratan bisa setinggi 140 derajat Celcius, di lautan bedanya tak lebih dari 15-20 derajat. Yang sama juga berlaku pada beda suhu antara siang dan malam. Selisih suhu antara siang dan malam adalah 20-30 derajat di daerah kering, namun hanya beberapa derajat di laut. Dan tidak hanya laut, keberadaan uap air di udara juga membentuk keseimbangan yang amat besar. Salah satu akibatnya adalah perbedaan besar antara suhu siang dan malam di gurun-gurun yang kadar uap airnya lebih sedikit, daripada di daerah-daerah pantai yang kandungan uap airnya lebih banyak.

Berkat sifat termal air yang unik ini, beda suhu antara musim panas dan dingin atau siang dan malam terjaga dalam batas-batas yang dapat ditenggang makhluk hidup. Jika terdapat lebih sedikit air di daratan bumi, atau jika sifat termal air sedikit berubah, beda suhu antara siang dan malam akan meningkat. Alhasil, banyak daerah daratan akan menjadi gurun, sehingga kehidupan pun menjadi tidak mungkin.

Pengkajian paling mendalam tentang kesesuaian air bagi kehidupan dihasilkan oleh Lawrence Henderson, seorang profesor di Jurusan Kimia Biologis, Harvard University, Amerika Serikat. Setelah meneliti semua sifat termal air, Henderson menyimpulkan:

Singkatnya, sifat ini nampaknya memiliki tiga hal penting. Pertama, berperan luar biasa untuk menyelaraskan dan mejadikan suhu bumi hangat [tidak terlalu dingin dan tidak terlalu panas]; kedua, memungkinkan pengaturan yang sangat baik terhadap suhu makhluk hidup; dan ketiga, mendorong berlangsungnya daur cuaca. ...dari segi ini tak ada zat lain yang setara dengan air. (Lawrence Henderson, The Fitness of the Environment, Boston: Beacon Press, 1958, hal. 105)

Melarutkan 5 miliar ton zat kimia

Di samping sifat fisikanya, sifat-sifat kimia air juga begitu cocok bagi kehidupan. Yang terutama dari sifat-sifat ini adalah air merupakan pelarut yang hebat. Hampir semua senyawa kimia dapat larut dalam air. Dampak terpenting sifat ini pada kehidupan dapat dilihat di sungai. Tak terhitung banyaknya mineral berguna dan zat kimia semacamnya terbawa ke laut lewat sungai. Dengan cara ini, sekitar 5 miliar ton zat kimia diangkut ke laut setiap tahunnya. Zat-zat ini sangat penting bagi kehidupan di lautan. Lima miliar ton adalah jumlah yang sangat besar, melebihi berat keseluruhan penduduk DKI Jakarta.

(Sumber Insight Magazine, Maret 2004)



BERKAT PERMUKAAN TEGANG

Tumbuhan telah dirancang untuk memanfaatkan sifat tegangan permukaan air yang tinggi. Sifat ini memungkinkan air naik bermeter-meter ke atas, bahkan hingga mencapai dedaunan tertinggi di pepohonan rimba.
Selain sifat yang berhubungan dengan panas dan suhu, air pun memiliki sejumlah sifat fisika lain. Hebatnya, semua sifat ini juga sangat pas bagi kehidupan. Salah satunya adalah nilai tegangan permukaan air yang ternyata sangat besar. “Tegangan permukaan” diartikan sebagai sifat permukaan suatu zat cair yang berperilaku layaknya selapis kulit tipis yang kenyal atau lentur akibat pengaruh tegangan. Ini disebabkan oleh gaya tarik-menarik antar-molekul di permukaan zat cair tersebut. Gaya tarik-menarik ini biasa dikenal dengan istilah ikatan hidrogen, yang merupakan gaya elektrostatik lemah antar-molekul air.

Contoh paling baik pengaruh sifat tegangan permukaan dapat diamati pada air. Tegangan permukaan air sungguh besar sehingga sejumlah peristiwa fisika yang aneh dapat berlangsung karenanya. Misalnya, sebuah cangkir dapat menampung penuh air berjumlah sedikit melebihi volume cangkir itu sendiri. Ini terlihat dari permukaan air tersebut yang beberapa milimeter lebih tinggi dari tinggi mulut cangkir, tanpa airnya tertumpah. Contoh lain: terapungnya sebatang jarum logam yang diletakkan dengan sangat pelan dan hati-hati pada permukaan air yang tenang.

Merangkak ke Atas

Tegangan permukaan air jauh lebih besar daripada zat cair lain yang diketahui. Dampak dari sifat ini terhadap kehidupan sangatlah penting, dan secara nyata dapat diketahui pada tumbuhan.

Berkat besarnya tegangan permukaan, sebatang jarum logam dapat mengapung di permukaan air, sebagaimana tampak pada gambar. Sifat air ini juga memungkinkan air dapat memenuhi cawan melebihi volume cawan. Ini tampak dari permukaan air yang lebih tinggi dari permukaan mulut cawan.
Pernahkah Anda bertanya-tanya bagaimana tumbuhan dapat mengambil air bermeter-meter jauhnya dari kedalaman tanah? Bagaimana tumbuhan mampu membawa air ini ke ketinggian dahan dan rantingnya tanpa pompa, otot atau sarana pengangkut air lainnya? Jawaban atas pertanyaan ini adalah tegangan permukaan air. Pipa-pipa panjang sempit yang membentuk serabut akar dan batang tumbuhan dirancang dengan memanfaatkan sifat tegangan permukaan air. Semakin tinggi pipa-pipa lembut ini dari dalam tanah, maka garis tengah penampangnya semakin menyempit ke arah ujungnya. Keadaan ini menyebabkan air dengan sendirinya merangkak melewati dinding bagian dalam pipa sempit tersebut dan naik ke atas.

Yang memungkinkan hal ini terjadi adalah, sekali lagi, tegangan permukaan air yang besar. Jika tegangan permukaan ini serendah kebanyakan zat cair lainnya, maka tumbuhan besar seperti pohon yang biasa hidup di tanah kering tidak akan mampu mengangkut air dari kedalaman tanah. Akibatnya pohon ini takkan mampu hidup.

Menghancurkan bebatuan

Akibat lain dari besarnya nilai tegangan permukaan air adalah terjadinya proses penghancuran bebatuan. Karena nilai tegangan permukaannya, air mampu merembes hingga ke celah-celah terdalam dari bebatuan melalui retakan-retakan sempit dan kecil. Dalam celah dan retakan ini, air membeku tatkala suhu di lingkungan sekitar turun hingga titik di bawah nol derajat Celcius. Sebagaimana diketahui, tatkala membeku, air mengalami pemuaian ruang atau volume (sifat anomali air). Air beku yang memuai ini menekan permukaan bagian dalam dari retakan atau celah bebatuan. Besarnya tekanan ini menyebabkan retak yang semakin besar, pada akhirnya bebatuan itu pun pecah. Peristiwa ini sungguh penting. Sebab, pecahnya bebatuan membebaskan mineral-mineral yang terperangkap atau terkandung dalam bebatuan, dan lepas ke lingkungan sekitar. Peristiwa ini juga membantu berlangsungnya proses pembentukan tanah akibat penghancuran alamiah bebatuan secara terus-menerus.

Semua penyelidikan atas air di bumi mengungkapkan adanya rancangan sempurna yang memungkinkan makhluk hidup bertahan di dalamnya. Hikmah dari rancangan ini sangatlah jelas. Tak mungkin rancangan sempurna ini ada begitu saja dengan sendirinya. Rancangan yang tersembunyi pada air, bahkan di setiap rincian alam semesta, adalah bukti paling nyata adanya penciptaan oleh Allah. Dialah yang mengatur segala hal, yang kuasa serta kearifanNya tiada terbatas. Apa pun hukum atau ukuran fisika yang kita kaji di dunia ini, akan terlihat bukan sebagai hasil ketidaksengajaan. Ini semua merupakan sebuah rancangan sempurna.

Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah, Yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas 'Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakanNya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintahNya... (QS. Al A’raaf, 7:54)

(Sumber Insight Magazine, Maret 2004)



ANDAI SEKENTAL MINYAK ZAITUN

Saat mendengar kata “cairan”, orang segera membayangkan zat yang amat mudah mengalir. Padahal, tingkat-tingkat kekentalan cairan amatlah beraneka. Contohnya, kekentalan aspal, gliserin, minyak zaitun, dan asam sulfat, sangatlah berbeda. Perbedaan besar akan tampak ketika semua cairan ini dibandingkan sebagaimana dalam tabel berikut:



Pembandingan sederhana di atas mengisyaratkan satu hal: air memiliki tingkat kekentalan sangat rendah. Dengan kata lain, air sangatlah encer atau amat cair sehingga mudah mengalir. Kecuali beberapa zat cair – seperti eter dan hidrogen cair – dan zat-zat berwujud gas, air tampaknya memiliki tingkat kekentalan terendah.

Sifat encer air sangat penting bagi hidup kita. Jika air sedikit saja lebih kental, maka mustahil darah kita beredar melalui sistem pembuluh kapiler darah. Misalnya, sistem rumit pembuluh darah vena liver kita (tampak di gambar) takkan pernah ada dan berfungsi.
Apakah rendahnya tingkat kekentalan air ada gunanya bagi kita? Apa bedanya jika air sedikit lebih kental atau lebih encer? Profesor Michael Denton menjawab pertanyaan ini:

Jika kekentalan air lebih tinggi, gerakan terkendali makromolekul besar, khususnya bentuk semacam mitokondria dan organel kecil, akan menjadi tidak mungkin; demikian juga peristiwa-peristiwa seperti pembelahan sel. Semua kegiatan utama sel akan terhenti, dan kehidupan sel menyerupai jenis apa pun yang pernah kita kenal mustahil akan terjadi. Perkembangan organisame-organisme tingkat tinggi, yang sangat bergantung pada kemampuan sel bergerak atau beringsut selama pembentukan embrio, pasti mustahil terjadi jika kekentalan air sedikit saja lebih tinggi dari yang ada sekarang. (Michael Denton, Nature's Destiny: How The Laws of Biology Reveal Purpose in the Universe, New York: The Free Press, 1998, hlm. 33)

Sifat encer air tidak hanya penting bagi pergerakan di tingkat sel, akan tetapi berguna pula bagi sistem peredaran darah. Seluruh makhluk hidup berukuran tubuh lebih dari seperempat milimeter memiliki sistem peredaran terpusat. Tanpanya, zat makanan dan oksigen mustahil dapat diedarkan merata ke seluruh bagian tubuh. Dengan kata lain, zat makanan dan oksigen takkan dapat diserap oleh sel-sel, dan sisa-sisa zat makanan atau zat sampah lainnya tidak dapat dibuang.

Terdapat banyak sel yang menyusun tubuh makhluk hidup. Karenanya, sangat penting bagi zat makanan, oksigen dan energi yang telah masuk ke dalam tubuh untuk diedarkan merata (dipompa) ke seluruh sel-sel melalui semacam “selang” atau “pipa”. Sama halnya, pipa-pipa serupa juga diperlukan untuk membawa dan membuang zat-zat sampah. “Pipa” ini adalah pembuluh darah vena dan arteri, yang merupakan bagian dari sistem peredaran darah. Jantung adalah pompa yang mendorong bekerjanya sistem ini agar terus-menerus mengalir.

Rendahnya tingkat kekentalan air sangatlah penting bagi seluruh makhluk hidup, tak terkecuali tumbuhan. Pembuluh halus pada daun, sebagaimana tampak pada gambar, mampu mengalirkan air karena sifat encernya.
Cairan yang dipompa dan dialirkan dalam darah sebagian besarnya tersusun atas air. Darah tersusun atas cairan bening yang disebut plasma darah. Selain itu, darah juga berisi partikel-partikel kecil seperti sel-sel darah, protein, dan hormon – warna merah darah dihasilkan oleh partikel sel darah merah. Sekitar 95% penyusun plasma darah adalah air.

Inilah sebab mengapa tingkat kekentalan air sangatlah penting bagi bekerjanya sistem peredaran darah dengan baik. Jika air sekental aspal, misalnya, maka jantung takkan mampu memompanya. Jika air sekental minyak zaitun (sekitar satu juta lebih encer daripada aspal), jantung mungkin masih mampu memompanya, meskipun sulit. Tapi, darah sekental minyak zaitun takkan mampu mencapai dan melewati seluruh miliaran pembuluh darah kapiler yang meliputi tubuh kita. Pipa atau pembuluh darah kapiler adalah pembuluh darah yang berukuran sangat kecil.

Begitulah, air “benar-benar pas dan sesuai” untuk kehidupan. Tingkat kecocokan ini tak dapat disandingkan dengan cairan lain mana pun. Bagian terbesar planet bumi ini seluruhnya cocok untuk kehidupan, dan dilingkupi dengan air berjumlah tepat dan sesuai untuk kehidupan. Jelas, ini semua bukanlah kebetulan belaka atau ada dengan sendirinya. Pastilah terdapat perancangan dan penghitungan sengaja untuk tujuan tertentu.

Dengan kata lain, sifat fisika air di atas memperlihatkan kepada kita bahwa air diciptakan secara istimewa dan khusus untuk kehidupan. Bumi, yang sengaja diciptakan untuk dihuni manusia, dihidupkan dengan air, yang secara khusus dibuat untuk menjadi sandaran utama hidup manusia. Dengan air, Allah telah mengaruniai hidup kepada kita, dan dengannya Allah menumbuhkan dari tanah beragam sumber makanan yang menyehatkan kita. Jika demikian halnya, patutkah kita tidak bersyukur dan menyembah Allah?


Kita perlu membelah sehelai rambut menjadi 20 atau 30 helai searah panjangnya (sebagaimana kita membelah bambu) untuk mendapatkan rambut setipis pembuluh darah kapiler. Mampukah Anda melakukannya?
Tugas pipa atau pembuluh darah kapiler adalah mengalirkan oksigen, zat makanan, hormon dan zat-zat lain yang terkandung dalam darah dan yang diperlukan untuk hidup ke segenap sel di seluruh bagian tubuh. Jika jarak sel lebih dari 50 mikrometer jauhnya dari jalur yang dilalui seutas pembuluh kapiler (1 mikrometer = seperseribu milimeter), maka sel itu tak dapat menikmati layanan yang disediakan oleh pembuluh kapiler tersebut. Dengan kata lain, sel-sel yang berjarak 50 mikrometer atau lebih jauhnya dari pembuluh kapiler takkan mendapat jatah ‘makanan’, dan akan mati kelaparan.
Inilah mengapa tubuh manusia diciptakan dengan jaringan pembuluh darah kapiler yang melingkupi seluruh bagian tubuh. Manusia sehat memiliki sekitar 5 miliar pembuluh kapiler. Jika seluruhnya dibentangkan, panjang keseluruhan pembuluh ini akan mencapai sekitar 950 kilometer. Ini kurang lebih sejauh panjang pulau Jawa. Pada sejumlah hewan menyusui, terdapat sekitar 3.000 pipa kapiler dalam satu sentimeter persegi jaringan otot. Jika Anda mampu menggulung sepuluh ribu utas pembuluh kapiler terkecil dalam tubuh manusia, maka bundelan yang dihasilkan akan setebal arang pensil.

Ketebalan atau garis tengah sehelai pembuluh kapiler ini berkisar antara 3-5 mikrometer, atau 0,003-0,005 milimeter. Andaikan tebal rambut kita adalah sepersepuluh milimeter, maka kita perlu membelah sehelai rambut menjadi 20 atau 30 helai searah panjangnya (sebagaimana kita membelah bambu) untuk mendapatkan rambut setipis pembuluh kapiler tersebut.

Darah mengalir melewati jaringan pembuluh darah yang panjang dan rumit. Semakin mendekati ujungnya, garis tengahnya semakin menyempit, sehingga membentuk pembuluh darah yang halus (kapiler). Jika darah hendak melewati saluran yang semakin menyempit di ujungnya tanpa tersumbat atau terhambat, darah pastilah harus cair (encer). Syarat ini telah terpenuhi berkat rendahnya tingkat kekentalan air, yang membentuk 95% bagian dari plasma darah. Menurut profesor Michael Denton, pakar biologi molekuler Universitas Otago, Selandia Baru, jika air sedikit saja lebih kental dari yang sekarang, maka sistem peredaran darah akan menjadi sama sekali tidak berguna:

Sistem kapiler akan bekerja hanya jika cairan yang dipompa melalui pipa-pipa penyusunnya mempunyai kekentalan sangat rendah. Kekentalan rendah itu penting karena laju aliran berbanding terbalik dengan kekentalan... Dari sini, mudah dipahami bahwa jika kekentalan air bernilai hanya beberapa kali lebih tinggi daripada yang sekarang, memompa darah lewat sebuah pembuluh kapiler akan memerlukan tekanan amat tinggi, dan hampir semua sistem peredaran akan tidak dapat bekerja... Jika kekentalan air sedikit saja lebih tinggi dan jika kapiler terkecil yang digunakan bergaris tengah 10, bukannya 3 mikrometer, maka kapiler-kapiler ini akan harus menempati semua bagian jaringan otot agar memberikan cukup persediaan oksigen dan glukosa. [Jika ini yang terjadi] maka pastilah perancangan bentuk-bentuk kehidupan tingkat tinggi akan tidak mungkin atau sangat dibatasi... Jadi, tampaknya, kekentalan air haruslah mirip seperti yang sekarang ini jika harus berperan sebagai sarana penyokong kehidupan. (Michael Denton, Nature's Destiny:How The Laws of Biology Reveal Purpose in the Universe, New York: The Free Press, 1998, h. 35-36)

Dengan kata lain, sebagaimana sifat-sifatnya yang lain, kekentalan air pun telah sengaja dibuat “sesuai permintaan” agar cocok bagi kehidupan. Beragam zat cair memiliki kekentalan berbeda, yang nilainya dapat mencapai kisaran miliaran kali lipat. Di antara nilai yang sangat beragam itu, ada satu cairan yang nilai kekentalannya telah ditentukan agar benar-benar tepat dan pas sesuai kebutuhan. Cairan ini adalah air, yang sengaja diciptakan Allah dengan nilai kekentalan tertentu yang pas untuk menopang kehidupan makhluk hidup di bumi. Mahasuci Allah, sebaik-baik Pencipta.

(Sumber Insight Magazine, Maret 2004)

Durian yang jatuh ke atas...

Isaac Newton adalah ilmuwan terkemuka asal Inggris. Teori gravitasinya yang terkenal seringkali dikaitkan dengan “the falling apple”, yakni kisah buah apel yang jatuh menimpa kepalanya. Konon kabarnya, peristiwa inilah yang mengilhami hukum gravitasi itu. Menurut kisah yang dianggap legenda oleh sebagian orang ini, suatu ketika Newton sedang membaca buku sembari duduk di bawah pohon apel. Tanpa diduga, buah apel jatuh dari pohon dan mengenai kepalanya. Ia pun bertanya pada diri sendiri, “Mengapa apel ini tidak jatuh ke atas atau ke samping, tetapi malah ke bawah?”

Sejenak tampaknya tak ada yang aneh dari peristiwa tersebut. Di negara tropis seperti Indonesia, jatuhnya buah-buahan dari ranting pohonnya adalah pemandangan yang biasa saja. Bahkan, terdapat pohon yang batang dan buahnya lebih tinggi dan lebih besar dari apel, misalnya durian dan nangka. Ketika jatuh dari ketinggian yang sama, buah nangka dan durian akan lebih menyakitkan kepala orang yang ditimpanya ketimbang apel. Apalagi kulit durian dipenuhi duri-duri tajam. Tapi mengapa sebagian besar kita memandang peristiwa jatuhnya buah-buahan tropis ini sebagai hal yang biasa saja, tidak seperti Newton. Yang jelas, ini bukan karena orang yang tertimpa buah durian atau nangka merasa kesakitan dan kapok sehingga tak mau berpikir tentang fenomena alam tersebut. Lalu apa pasalnya?

Di zaman Newton, apel adalah buah yang akrab didengar dan umum dimakan masyarakat Inggris, bahkan hingga hari ini oleh hampir semua orang di dunia. Beberapa mereka mungkin pernah pula kejatuhan apel seperti yang dialami Newton. Tapi yang membedakan di sini adalah perbuatan Newton: “mempertanyakan mengapa apel jatuh ke arah bawah”. Di sinilah kuncinya. Newton melakukan sesuatu yang selalu diabaikan kebanyakan orang: mengkaji sesuatu yang tampak ‘biasa saja’. Ketertarikan pada fenomena alam yang ‘biasa saja’ inilah yang menjadikan Newton yang awalnya hanya sebuah nama bagi dirinya, menjadi Newton sebagai julukan hukum gravitasi temuannya.


Di zaman Newton, apel adalah buah yang akrab didengar dan umum dimakan masyarakat Inggris, bahkan hingga hari ini oleh hampir semua orang di dunia. Beberapa mereka mungkin pernah pula kejatuhan apel seperti yang dialami Newton. Tapi yang membedakan di sini adalah perbuatan Newton: “mempertanyakan mengapa apel jatuh ke arah bawah”. Di sinilah kuncinya.
Begitulah, ketertarikan mendalam terhadap peristiwa alam merupakan pintu gerbang menuju perkembangan ilmu pengetahuan. Para ilmuwan terkemuka perintis ilmu pengetahuan dari Timur Tengah maupun Barat adalah mereka yang memiliki ketertarikan terhadap gejala alam di sekitar mereka. Lebih dari itu, kegiatan ilmiah mereka ternyat a didorong oleh sesuatu yang jauh di atas tujuan duniawi dan kesenangan sesaat semata. Para ilmuwan ini beriman kepada Tuhan dan mengabdi kepada ilmu pengetahuan dengan niat menyingkap rahasia alam ciptaan-Nya. Newton berkata, “Kita mengenal-Nya hanya melalui perancangan-Nya yang paling bijak dan luar biasa atas segala sesuatu... [Kita] memuji dan mengagungkan-Nya sebagai hamba-Nya...” (Sir Isaac Newton, Mathematical Principles of Natural Philosophy, Great Books of the Western World 34, William Benton, Chicago, 1952:273-74)

Demikianlah, manusia hendaknya menyaksikan peristiwa alam di hadapannya tidak dengan kaca mata “biasa saja”. Sebab Allah menciptakan segala sesuatu di alam dengan perancangan sempurna dan perhitungan cermat. Bukti keagungan Pencipta hanya dapat dipahami oleh mereka yang terbiasa memikirkan secara mendalam atas segala yang mereka saksikan, tanpa menunggu hal yang ‘luar biasa’ seperti jatuhnya buah durian ke atas!

(Sumber: Insight Magazine Juni 2003)



Tatkala Unta Mulai Dipikirkan...


“Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan?”
(QS. Al Ghaasyiyah, 88:17)
Empat belas abad silam Allah menurunkan Al Qur’an sebagai petunjuk bagi seluruh umat manusia. Saat itu, masyarakat Arab benar-benar berada dalam kemunduran dan kekacauan. Namun, cahaya yang dibawa Al Qur’an dengan sangat luar biasa mampu merubahnya.

Arab pra-Islam adalah bangsa biadab penyembah berhala buatan mereka sendiri. Selain meyakini perang dan pertumpahan darah sebagai jalan kemuliaan, mereka pun tega membunuh anak sendiri. Namun, dengan Islam mereka belajar nilai kemanusian, rasa hormat, cinta kasih, keadilan dan peradaban. Bahkan tak hanya bangsa Arab, semua masyarakat yang menerima Islam keluar dari gelapnya zaman kebodohan (jahiliyah), dan tersinari hikmah Ilahiah yang dikandung Al Qur’an. Di antara pencerahan Al Qur’an kepada manusia adalah pola pikir ilmiah.

Dasar berpikir ilmiah adalah rasa keingintahuan. Karena bertanya-tanya tentang bagaimana jagat raya dan alam kehidupan bekerja, manusia menyelidiki dan menjadi tertarik pada ilmu pengetahuan. Namun tidak banyak yang memiliki rasa ingin tahu ini. Bagi mereka, yang penting bukanlah rahasia alam semesta dan kehidupan, tapi keuntungan dan kenikmatan dunia yang sedikit.

Dalam masyarakat yang diperintah oleh para pemimpin yang berpola pikir demikan, ilmu pengetahuan
tidak berkembang. Kejumudan dan kebodohan merajalela, sebagaimana yang membelenggu masyarakat Arab sebelum turunnya Al Qur’an. Namun ayat-ayat Al Qur’an menyeru mereka berpikir, meneliti, menggunakan akal mereka; sesuatu yang barangkali baru pertama mereka alami sepanjang hidup. Dalam salah satu ayat Al Qur’an yang diturunkan di masa awal, Allah mengarahkan perhatian masyarakat Arab kepada unta, hewan yang menjadi bagian kehidupan mereka sehari-hari: “Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan?” (QS. Al Ghaasyiyah, 88:17)


1. KEPALA YANG TERLINDUNGI DARI PASIR:
• Bulu mata unta memiliki sistem berpautan. Tatkala ada bahaya, bulu-bulu mata ini secara otomatis menutup. Bulu-bulu mata yang berpautan ini mencegah masuknya butiran-butiran debu memasuki mata unta.
• Hidung dan telinga unta tertutupi oleh rambut-rambut panjang untuk melindunginya dari pasir dan debu.
• Leher yang panjang memungkinkan unta mencapai dan memakan dedaunan yang terletak beberapa meter di atas permukaan tanah.

2. KAKI YANG SESUAI UNTUK SEGALA JENIS DARATAN:
• Kaki unta terdiri dari jari-jemari yang tersambungkan dengan telapak yang lentur. Bentuk dan susunan ini, yang memungkinkannya menapak kokoh pada permukaan tanah, terdiri dari empat gumpalan berlemak. Ini benar-benar sesuai untuk segala jenis keadaan tanah.
• Kuku-kuku kaki unta melindungi kaki dari kerusakan yang mungkin terjadi akibat sandungan.
• Seluruh lutut unta tertutupi oleh risa (lapisan kulit tebal), yang tersusun atas kulit setebal dan sekeras tanduk. Ketika unta berbaring di atas permukaan pasir panas, lapisan kulit tebal ini melindunginya dari luka akibat permukaan tanah yang sangat panas.
3. PUNUK SEBAGAI SIMPANAN CADANGAN MAKANAN
Punuk unta, yang berupa timbunan lemak, menyediakan zat makanan bagi unta secara berkala saat paceklik dan kelaparan. Dengan perangkat ini, unta mampu bertahan hidup hingga tiga minggu tanpa air, hingga kehilangan 33% bobot badannya. Pada keadaan yang sama, manusia akan kehilangan 8% berat tubuhnya dan mati dalam waktu 36 jam, tanpa sedikit pun air tersisa dalam tubuhnya.

4. WOL PELINDUNG PANAS DAN DINGIN:
• Wol ini terdiri dari rambut lebat dan bertautan yang tak hanya melindungi tubuh unta dari dingin yang membeku atau panas yang membakar, tetapi juga mencegah hilangnya air dari dalam tubuhnya. Unta Dromedary mampu memperlambat proses berkeringat dengan menaikkan suhu tubuhnya hingga 41oC. Hal ini mencegah kehilangan air.
• Dengan wolnya yang tebal, unta di Asia mampu bertahan hidup hingga suhu +50oC di musim panas dan hingga -50oC di musim dingin.

Di banyak ayat Al Qur’an lainnya, manusia diseru mengkaji alam dan belajar darinya, sebab manusia dapat mengenal Pencipta hanya dengan meneliti ciptaan-Nya. Karenanya, dalam sebuah ayat, kaum Muslimin disebut sebagai orang yang berpikir tentang penciptaan langit dan bumi: “(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. (QS. Ali ‘Imran, 3:191)

Alhasil, bagi seorang Muslim, melakukan pengkajian ilmiah adalah sebentuk ibadah yang sangat penting. Di banyak ayat Al Qur’an, Allah menyeru kaum Muslimin untuk meneliti langit, bumi, makhluk hidup atau keberadaan diri mereka sendiri, dan memikirkannya. Ketika mengkaji ayat-ayat tersebut, akan kita temukan petunjuk tentang seluruh cabang utama ilmu pengetahuan dalam Al Qur’an. Misalnya, dalam Al Qur’an, Allah menganjurkan mempelajari ilmu astronomi sebagaimana berikut:

Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang? (QS. Al Mulk, 67:3)

Di ayat lain, misalnya, Allah menyeru pengkajian terhadap ilmu astronomi dan geologi (QS. Qaaf, 50:6-8), botani (QS. Al An’aam, 6:99), zoologi (QS. An Nahl, 16:66), arkeologi dan antropologi (QS. Ar Ruum, 30:9), ilmu tentang manusia (QS. Adz Dzaariyaat, 51:20-21), dan lain sebagainya.

Demikianlah, dalam Al Qur’an Allah menyeru kaum Muslimin untuk mempelajari semua cabang ilmu pengetahuan. Tidak heran jika dalam sejarah, perkembangan Islam secara bersamaan mendorong perkembangan ilmu pengetahuan.

(Sumber: Insight Magazine Juni 2003)



Cahaya Penghancur Berhala

Ketika Nabi Muhammad SAW mulai mendakwahkan Islam, Arab adalah sebuah masyarakat jahiliyyah penganut takhayyul. Tapi, berkat cahaya Al Qur’an, mereka kemudian terbebaskan dari takhayyul dan mulai menggunakan akal mereka. Akibatnya, salah satu perkembangan mencengangkan dalam sejarah dunia pun terjadi. Dalam beberapa puluh tahun saja, Islam, yang muncul dari kota kecil bernama Madinah, tersebar dari Afrika hingga Asia Tengah.

Masyarakat Arab, yang dulunya tak mampu mengurus satu kota pun dengan rukun, menjadi penguasa imperium dunia. Dalam bukunya The Straight Path, pakar Islam asal Amerika, Profesor John Esposito, menjelaskan sisi menakjubkan tentang kemunculan Islam sebagaimana berikut:

Yang paling mencengangkan tentang perluasan wilayah kekuasaan Islam di masa awal adalah kecepatan dan keberhasilannya. Para pakar Barat merasa takjub akan hal ini… Dalam satu dasawarsa, pasukan Arab menaklukkan angkatan perang Bizantium dan Persia…dan menguasai Irak, Suriah, Palestina, Persia dan Mesir… Pasukan Muslim tampil sebagai penakluk yang sulit terkalahkan dan penguasa yang berhasil, pembangun dan bukan perusak. (John L. Esposito, Islam: The Straight Path, 1998, hlm. 33)

Ketika beragam bangsa, termasuk Turki, menerima Islam atas kehendak mereka sendiri, imperium Islam tumbuh semakin besar dan menjadi kekuatan terbesar di dunia pada masanya. Salah satu sisi terpenting imperium ini adalah terbukanya babak perkembangan ilmu pengetahuan yang tak tertandingi sebelumnya dalam sejarah.


“Pasukan Muslim tampil sebagai penakluk yang sulit terkalahkan dan penguasa yang berhasil, pembangun dan bukan perusak.” (John L. Esposito, Islam: The Straight Path, 1998, hlm. 33)
Di masa ketika Eropa tengah mengalami Masa Kegelapan, dunia Islam telah membangun warisan terbesar ilmu pengetahuan yang pernah disaksikan sejarah hingga saat itu. Ilmu kedokteran, matematika, geometri, astronomi, dan bahkan sosiologi dikembangkan secara sistematis untuk kali pertama.

Sejumlah pengulas berusaha mengaitkan perkembangan ilmu pengetahuan Islam ini dengan pengaruh Yunani Kuno. Namun, sumber sesungguhnya ilmu pengetahuan Islam adalah penelitian dan pengamatan para ilmuwan Muslim itu sendiri. Dalam bukunya The Middle East, Profesor Bernard Lewis, pakar sejarah Timur Tengah, menjelaskannya sebagai berikut:

Pencapaian ilmu pengetahuan Islam abad pertengahan tidaklah terbatas pada pelestarian warisan keilmuwan Yunani, bukan pula penggabungan unsur-unsur warisan budaya Timur yang lebih tua dan lebih jauh kepada bangunan ilmu pengetahuan tersebut. Warisan ini, yang dilimpahkan para ilmuwan Islam abad pertengahan kepada dunia modern, sungguh sangat diperkaya oleh daya upaya dan sumbangsih mereka sendiri. Ilmu pengetahuan Yunani, secara keseluruhan, lebih cenderung bersifat teoritis. Ilmu pengetahuan Timur Tengah abad pertengahan lebih banyak bersifat praktis, dan dalam bidang-bidang seperti kedokteran, kimia, astronomi, dan agronomi, warisan masa lalu tersebut diperjelas dan diperkaya dengan penelitian dan pengamatan para ilmuwan Timur Tengah abad pertengahan. (Bernard Lewis, The Middle East, 1998, hlm. 266)

Rahasianya adalah disiplin ilmiah dan pola pikir yang diajarkan Al Qur’an kepada para ilmuwan Muslim. Baris-baris tulisan seorang ilmuwan Muslim masa itu dalam catatan hariannya dengan sangat jelas menunjukkan betapa gagasan ilmu pengetahuan berdasarkan Al Qur’an benar-benar diterapkan:


Ali Kushchu, ilmuwan abad ke-15th yang pertama kali membuat peta bulan. Namanya dijadikan sebagai nama salah satu wilayah di bulan.
Kemudian, selama satu setengah tahun, saya mencurahkan hidup saya untuk belajar....Selama masa ini, saya tak pernah tidur semalaman penuh dan tak melakukan apa pun selain belajar seharian penuh. Kapan pun saya menemukan kesulitan... Saya akan pergi ke masjid, sholat, dan memohon kepada Pencipta Segala Sesuatu untuk menunjukkan kepada saya apa yang tersembunyi dari saya, dan menjadikannya mudah bagi saya sesuatu yang sebelumnya sulit. Lalu di malam hari saya akan kembali ke rumah, meletakkan pelita di depan saya, dan memulai membaca dan menulis... Saya terus melakukan ini hingga saya memiliki dasar yang kuat di seluruh cabang ilmu pengetahuan dan menguasainya sejauh mungkin. (John L. Esposito, Islam: The Straight Path, 1998, hlm. 54)

Andalusia (sekarang Spanyol), tempat kebanyakan ilmuwan Muslim dilahirkan dan dibesarkan, menjadi pusat utama kemajuan dan perkembangan, khususnya di bidang kedokteran. Para dokter Muslim sangat ahli di berbagai bidang seperti farmakologi, ilmu bedah, optalmologi, ginekologi, fisiologi, bakteriologi, dan ilmu kesehatan. Mereka juga membuat sejumlah penemuan penting yang meletakkan landasan bagi ilmu pengetahuan modern. Sebagian kecil dari mereka adalah:

Ibn Juljul (Tanaman obat-obatan), Abu Ja'far Ibn al-Jazzar (Kedokteran), Abd al-Latif al-Baghdadi (Anatomi), Ibn Sina (Anatomi), Zakariya Qazwini (Jantung dan otak), Hamdullah al-Mustaufi al-Qazwini (Anatomi), Ibn al-Nafis (Anatomi), Ali bin Isa (Anatomi mata), Biruni (Astronomi), Ali Kushchu (Astronomi), Thabit ibn Qurrah (Matematika), Battani (Matematika), Ibn al-Haitsam (Optik), Al-Kindi (Fisika).

Budaya ilmiah yang maju di dunia Islam ini membuka jalan bagi abad Kebangkitan Barat. Para ilmuwan Muslim bertindak atas pemahaman bahwa penelitian mereka terhadap ciptaan Allah adalah jalan yang dengannya mereka dapat mengenal Allah. Dengan berpindahnya cara berpikir ini ke dunia Barat, kemajuan Barat pun dimulai.

(Sumber: Insight Magazine Juni 2003)



Mentari pun Bersinar di Barat

Eropa Abad pertengahan diperintah oleh penguasa dogmatis Gereja Katolik. Gereja melarang kebebasan berpikir dan mengekang para ilmuwan. Orang-orang dapat dihukum hanya karena menganut keyakinan atau pemikiran yang berbeda. Buku-buku karya mereka dibakar dan mereka sendiri dihukum mati.

Pengekangan terhadap kegiatan penelitian di Abad Pertengahan seringkali disinggung dalam buku-buku sejarah. Namun sebagian kalangan menafsirkan keadaan tersebut secara keliru dan menyatakan bahwa para ilmuwan yang berselisih dengan Gereja adalah penentang agama. Namun, yang sesungguhnya terjadi justru sebaliknya – para ilmuwan yang menentang fanatisme Gereja adalah kaum beriman yang taat beragama. Mereka tidak menentang agama akan tetapi menentang dogma Gereja. Misalnya, ahli astronomi terkenal Galileo, yang hendak dihukum oleh pihak gereja karena menyatakan bahwa bumi berputar pada porosnya, mengatakan:

“Saya haturkan rasa syukur tak terkira kepada Tuhan yang begitu baiknya telah memilih saya sendiri sebagai yang pertama menyaksikan pemandangan menakjubkan yang selama ini tersembunyi dalam kegelapan selama berabad-abad yang lalu.” (Galileo Galilei, dikutip dalam: Mike Wilson, “The Foolishness of the Cross,” Focus Magazine)


Gereja Katolik yang mengabaikan wahyu yang disampaikan oleh Nabi Isa AS, mengambil ajaran dan kebijakan yang tidak sejalan dengan agama. Bahkan ilmuwan seperti Galileo menghadapi tentangan keras dari pihak Gereja. Gambar ini melukiskan pengadilan Galileo selama masa inquisisi.
Para ilmuwan lain yang meletakkan landasan bagi bangunan ilmu pengetahuan modern, semuanya adalah orang taat beragama. Kepler, yang dianggap sebagai pendiri astronomi modern, berkata kepada mereka yang bertanya mengapa ia menyibukkan diri dengan ilmu pengetahuan:

“Saya memiliki niat menjadi seorang ahli teologi... namun dengan pekerjaan saya ini, kini saya menyaksikan bagaimana Tuhan juga diagungkan dalam astronomi, sebab ‘langit menyatakan keagungan Tuhan”’. (Johannes Kepler, dikutip dalam: J.H. Tiner, Johannes Kepler-Giant of Faith and Science (Milford, Michigan: Mott Media, 1977), hlm. 197)

Newton, salah seorang ilmuwan terbesar dalam sejarah, menjelaskan alasan yang mendasari dorongan kuatnya dalam melakukan kegiatan ilmiah dengan mengatakan:

“... Dia (Tuhan) adalah kekal dan tak terbatas, Maha Kuasa dan Maha Mengetahui; dengan kata lain, masa keberadaan-Nya dari kekekalan hingga kekekalan; keberadaan-Nya dari ketakberhinggaan hingga ketakberhinggaan, Dia mengatur segala sesuatu, dan mengetahui segala sesuatu yang diadakan atau dapat diadakan... Kita mengenal-Nya hanya melalui perancangan-Nya yang paling bijak dan luar biasa atas segala sesuatu... [Kita] memuji dan mengagungkan-Nya sebagai hamba-Nya...” (Sir Isaac Newton, Mathematical Principles of Natural Philosophy, Translated by Andrew Motte, Revised by Florian Cajore, Great Books of the Western World 34, Robert Maynard Hutchins, Editor in chief, William Benton, Chicago, 1952:273-74)

Von Helmont, salah seorang tokoh terkemuka di bidang kimia modern dan penemu termometer, menyatakan bahwa ilmu pengetahuan adalah bagian dari iman.

Sang jenius Pascal, bapak matematika modern, mengatakan bahwa: “Tapi dengan keimanan kita mengenal keberadaan (Tuhan); dalam keagungan kita akan mengenal sifat-Nya.” George Cuvier, pendiri palaeontologi modern, menganggap fosil sebagai bukti-bukti Penciptaan yang kini masih ada dan mengajarkan bahwa spesies makhluk hidup telah diciptakan oleh Tuhan. Carl Linnaeus, yang pertama kali menyusun klasifikasi ilmiah, meyakini penciptaan dan menyatakan bahwa keteraturan di alam merupakan satu bukti penting keberadaan Tuhan. Gregor Mendel, pendiri ilmu genetika, yang juga seorang biarawan, meyakini Penciptaan dan menentang teori-teori evolusi di zamannya seperti Darwinisme dan Lamarckisme.
Louis Pasteur, nama terbesar dalam sejarah mikrobiologi, membuktikan bahwa kehidupan tak dapat diciptakan melalui benda mati dan mengajarkan bahwa kehidupan merupakan keajaiban Tuhan. Fisikawan Jerman terkenal, Max Planck, mengatakan bahwa Pencipta jagat raya adalah Tuhan dan menegaskan bahwa keimanan adalah sifat wajib bagi para ilmuwan. Albert Einstein, yang dianggap sebagai ilmuwan terpenting abad ke-20, meyakini bahwa ilmu pengetahuan tidak mungkin me niadakan Tuhan dan mengatakan, “ilmu pengetahuan tanpa agama adalah pincang.” Isaac Newton: “... Dia (Tuhan) adalah kekal dan tak terbatas, Maha Kuasa dan Maha Mengetahui; dengan kata lain, masa keberadaan-Nya dari kekekalan hingga kekekalan...”

Sejumlah besar para ilmuwan lain yang mengendalikan sejarah ilmu pengetahuan adalah orang-orang taat beragama yang beriman kepada Tuhan, sebagian kecil di antara mereka adalah:

Leonardo da Vinci (1452-1519) (Seni, rekayasa, arsitektur), Georgius Agricola (1494-1555) (Mineralogi), Nicolas Steno (1631-1686) (Stratigrafi), Thomas Burnet (1635-1715) (Geologi), Increase Mather (1639-1723) (Astronomi), Nehemiah Grew (1641-1712) (Kedokteran), John Dalton (1766-1844) (Pendiri teori atom modern), Johann Gauss (1777-1855) (Geometri, geologi, magnetisme, astronomi), Benjamin Silliman (1779-1864) (Mineralogi), Peter Mark Roget (1779-1869) (Fisiologi), William Buckland (1784-1856) (Geologi), William Whewell (1794-1866) (Astronomi and Fisika), Richard Owen (1804-1892) (Zoologi, Paleontologi), Balfour Stewart (1828-1887) (Listrik Ionosfir), P.G.Tait (1831-1901) (Fisika, Matematika), Edward William Morley (1838-1923) Pemenang hadiah Nobel Fisika, Sir William Abney (1843-1920) (Astronomi), William Mitchell Ramsay (1851-1939) (Arkeologi), William Ramsay (1852-1916) (Kimia), Sir Cecil P. G. Wakeley (1892-1979) (Kedokteran), dan lain sebagainya.

Semua ilmuwan ini beriman kepada Tuhan dan mengabdi kepada ilmu pengetahuan dengan niat menyingkap rahasia alam semesta yang telah diciptakan-Nya. Mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi dan meneliti dengan pemahaman akan keberadaan dan kekuasaan Allah.

Lahirnya ilmu pengetahuan beserta perkembangannya adalah hasil dari pemahaman ini.

(Sumber: Insight Magazine Juni 2003)

Ingin Mencicipi Apel Biru?

Sudah seringkali dijumpai apel impor di berbagai supermarket, bahkan di pasar maupun terminal. Apel ini sangat disukai oleh para pembeli lokal. Selain rasanya yang enak dan khas, apel pasokan dari luar negeri pun berpenampilan lebih menarik ketimbang apel lokal. Apel impor warnanya cenderung seragam dan merata: merah hati, ada pula yang merah berpadu warna kuning atau oranye. Namun sudahkah Anda melihat apel berwarna biru? Anda tentu penasaran dan ingin melihatnya, kalau perlu bisa mencicipinya. Sebagian dari Anda mungkin ingin menggali lebih dalam tentang si apel biru ini: dari mana asalnya, bagaimana mendapatkan bibitnya, bahkan mungkin bagaimana bisa memunculkan warna biru pada apel tersebut.

Demikianlah, terkadang rasa keingintahuan kita muncul jika ada hal-hal di luar kebiasaan seperti ini. Padahal banyak hal luar biasa di sekeliling kita, bahkan di depan hidung kita sendiri yang menanti penelitian secara mendalam. Tanpa menunggu apel biru, sebenarnya apel hijau atau merah pun sudah cukup untuk menggelitik pikiran kita agar berupaya menemukan bagaimana warna apel dapat terbentuk; tak terkecuali aneka warna lainnya dari benda-benda di sekitar kita.

Ternyata untuk melihat warna saja, diperlukan tahapan dan perangkat rumit yang di luar bayangan kita. Agar warna terbentuk, diperlukan matahari yang memancarkan sinar tertentu, serta atmosfer yang hanya membiarkan lewatnya sinar-sinar yang diperlukan kehidupan. Lalu diperlukan pula adanya benda-benda yang memantulkan sinar matahari berdasarkan pola dan cara tertentu untuk menghasilkan cahaya pantulan berwarna. Mata kita termasuk salah satu perangkat penting yang bertugas mengubah cahaya pantulan benda yang mengenainya menjadi denyutan saraf. Denyutan saraf ini dikirim ke pusat penglihatan yang gelap dalam otak. Setiap saat dalam sepotong daging yang gelap inilah kita melihat dunia penuh warna.

Setiap orang menjumpai keajaiban penciptaan warna yang tiada tara ini sejak saat kelahirannya. Tidak ada peran manusia dalam pemunculan warna maupun rangkaian tahapan pembentukannya secara terus-menerus. Dialah Allah, Yang telah menciptakan semua warna di dunia, dan menempatkan manusia untuk hidup di dunia penuh warna ini.

(Sumber : Insight Magazine Februari 2004)


PENYARING RAKSASA

Atmosfer membolehkan masuk secukupnya saja sinar-sinar untuk mencapai bumi, dan memantulkan sinar-sinar berbahaya lainnya ke ruang angkasa. UVA: sinar-sinar berpanjang gelombang pendek UVA (Hampir keseluruhannya menembus atmosfer); UVB: sinar-sinar berpanjang gelombang sedang UVB (Atmosfer menyerap 70% sinar-sinar ini); UVC: sinar-sinar berpanjang gelombang pendek UVC (Atmosfer menghalangi masuknya seluruh sinar ini)
Pernahkah Anda membayangkan, apa jadinya hidup di dunia yang gelap dan kabur? Sebuah tempat tanpa warna, semuanya hanya hitam dan abu-abu. Kehidupan semacam itu tentunya sangat menyiksa manusia. Namun, dunia ternyata sungguh sangat berwarna. Seluruh bagian dunia diciptakan dengan selaras dan dihiasi dengan bunga-bunga indah. Hutan yang hijau, danau biru, pegunungan menjulang dan lautan tak bertepi. Namun, tahukah Anda, bagaimana warna, salah satu keajaiban terbesar penciptaan, dapat terbentuk?

Agar warna terbentuk, syarat pertamanya adalah keberadaan sinar atau cahaya. Tanpa sumber penerangan ini Anda takkan mampu melihat aneka warna. Sebagai bukti, tanpa sumber penerangan lain, Anda yang sedang berada di dalam kamar takkan mampu melihat apa pun tatkala semua lampu listrik di kediaman Anda padam. Di tempat seperti ini, mampukah Anda melihat warna? Sudah tentu tidak. Yang Anda rasakan hanyalah hitamnya kegelapan.

Pita teramat tipis

Satu-satunya pancaran sinar yang mencapai bumi datang dari matahari. Dalam Al Qur’an, Allah mengajak kita memperhatikan matahari dan sinarnya dalam ayat: Demi matahari dan cahayanya di pagi hari, (QS. Asy Syams, 91:1). Ini adalah isyarat bahwa ada sesuatu yang luar biasa dari sinar yang dipancarkan matahari. Ada apa dengan sinar matahari? Mari kita simak bersama.

Meskipun tampak sebagai lapisan udara yang biasa saja, atmosfer ternyata merupakan penyaring raksasa. Penyaring ini tersusun atas lapisan-lapisan dengan fungsi pentingnya masing-masing. Kerapatan atom-atom atau molekul-molekul yang ada di atmosfer dan di ruang angkasa berbeda satu sama lain. Oleh sebab itu, ketika memasuki atmosfer, cahaya terbiaskan dan terhamburkan karena menumbuk atom-atom penyusun atmosfer. Akibat tumbukan ini, cahaya mengalami penurunan kekuatan (intensitas) dan ketajamannya. Tapi justru cahaya yang terhamburkan inilah yang memungkinkan mata makhluk hidup mampu mengindra dunia berwarna. Di angkasa luar yang tidak beratmosfer, cahaya memiliki kekuatan yang mampu merusak mata. Selain itu, penghamburan ini mengakibatkan sinar inframerah-tepi tersebar meliputi atmosfer dan menjadikan bumi hangat.

Ketika mengamati sinar matahari, kita pahami bahwa sinar ini, sebagaimana segala sesuatu di alam semesta, diciptakan secara sangat seimbang agar kehidupan manusia dapat berlangsung. Bintang-bintang dan sumber penerangan lainnya di alam semesta menghasilkan beragam pancaran atau radiasi sinar yang dapat dikelompokkan berdasarkan panjang gelombang dan frekuensinya. Cakupan penuh gelombang radiasi di jagat raya, yang dikenal sebagai spektrum elektromagnetik, meliputi suatu rentangan dengan gelombang terpanjang 1025 kali lebih besar daripada gelombang terpendek. Energi elektromagnetik pancaran matahari kita, terbatasi dalam sepenggal bagian amat tipis dari spektrum ini. Sebagian besar pancaran sinar matahari, sekitar 70%, mempunyai panjang gelombang antara 0,3 hingga 1,50 mikrometer (1 mikrometer = 1/1.000.000 meter).

Untuk memahami betapa besarnya angka kisaran dari spektrum elektromagnetik, Anda harus menderet sebanyak 25 angka nol di belakang angka satu. Angka ini sungguh di luar bayangan manusia, namun sebanyak itulah ragam jenis sinar di alam semesta ini. Di antara begitu banyaknya jenis sinar, hanya ada satu pita teramat tipis berisi panjang gelombang yang memungkinkan manusia dapat hidup dan melihat warna. Dan panjang gelombang sinar yang dipancarkan matahari berada dalam kisaran sempit ini dan bukan kisaran yang lain.

Kenyataan ini membuktikan bahwa Allah telah menciptakan dunia, manusia, warna dan matahari dalam keserasian tertentu. Dalam ayat Al Qur’an, Allah berfirman: Dia... menundukkan matahari dan bulan, masing-masing berjalan menurut waktu yang ditentukan. Yang (berbuat) demikian itulah Allah Tuhan-mu,... (QS. Faathir, 35: 13)

Sang penyaring raksasa

Sinar-sinar pada daerah tepat di kedua sisi cahaya tampak, sampai ke bumi sebagai sinar inframerah dan ultraviolet. Sinar inframerah menghasilkan pancaran yang menjadikan dunia dapat dihuni makhluk hidup. Di lain pihak, sejumlah sinar ultraviolet dapat menembus atmosfer dalam jumlah yang tepat untuk menyediakan energi yang diperlukan makhluk hidup. Sebagian dari pancaran sinar matahari bersifat membahayakan makhluk hidup. Untuk menangkal bahaya ini, bumi kita dilingkupi oleh penyaring raksasa. Penyaring ini adalah atmosfer.

Susunan cahaya sungguh mengejutkan para ilmuwan. Meski banyak sekali sinar-sinar dari ruang angkasa menerpa bumi, sinar dari matahari hanya tersusun atas kisaran yang amat sempit, sebagaimana tampak pada gambar. Dan inilah kisaran yang memang pas diperlukan untuk kehidupan.

Peran atmosfer tidak dapat diabaikan bagi kelangsungan makhluk hidup; atmosfer membiarkan sinar inframerah dan sinar tampak menembusnya, dan mencegah masuknya sinar-sinar mematikan lainnya. Michael Denton, seorang pakar biologi molekuler, menggambarkan hal ini sebagai berikut:

Bahkan gas-gas atmosfer sendiri menyerap dengan kuat radiasi elektromagnetik dari spektrum yang berada tepat di kedua sisi sinar tampak dan inframerah tepi. Ingat bahwa satu-satunya daerah dari spektrum yang dibiarkan menembus atmosfer di antara seluruh rentang radiasi elektromagnetik dari gelombang radio hingga sinar gama adalah pita yang teramat tipis ini, yang meliputi sinar tampak dan inframerah. Hampir-hampir tidak ada radiasi sinar gama, X, ultraviolet, inframerah jauh, dan gelombang mikro yang mencapai permukaan bumi. (Michael Denton, Nature’s Destiny, The Free Press, 1998, hal. 55)

Kesimpulan

Demikianlah, diperlukan sinar matahari sebagai prasyarat pertama agar kita mampu melihat warna. Meskipun demikian, tidak sembarang dan tidak semua sinar matahari menjadikan kita mampu melihat warna. Hanya sinar-sinar dengan panjang gelombang tertentu saja yang mampu menghasilkan warna, dan ini termasuk yang dibiarkan memasuki bumi oleh penyaring raksasa bumi: atmosfer.

Panjang gelombang sinar-sinar dari angkasa luar dapat terdiri dari beragam jenis, dari gelombang radio, yang berpanjang gelombang terbesar, hingga sinar gama, dengan panjang gelombang teramat kecil.

Matahari, sinar yang dihasilkannya, dan atmosfer adalah benda tak hidup yang tidak memiliki akal maupun kecerdasan. Ketiganya tak memiliki kehendak untuk bermusyawarah dan memutuskan untuk saling bekerja sama dengan perannya masing-masing dalam rangka menjadikan dunia agar dihiasi aneka warna. Lalu, siapakah yang menetapkan dan menciptakan mereka sedemikian rupa agar warna yang indah memukau di dunia ini terbentuk? Siapa lagi kalau bukan Pencipta ketiganya, yakni Allah yang Mahakuasa.

(Sumber : Insight Magazine Februari 2004)



TAK HANYA MEMUNCULKAN WARNA

Sinar yang dipancarkan matahari mencapai bumi pada kecepatan 300.000 km per detik. Karena kecepatan sinar yang demikian inilah kita senantiasa dapat menyaksikan dunia yang penuh warna. Lalu, bagaimanakah aneka pemandangan berwarna yang terpampang di hadapan kita tanpa putus ini dapat terbentuk?

Sinar-sinar yang berasal dari matahari tersusun atas partikel-partikel yang dinamakan foton, yang bergerak sebagai gelombang. Ketika foton menumbuk elektron-elektron dari atom-atom penyusun benda di bumi, elektron-elektron ini melepaskan sinar-sinar bergelombang panjang tertentu, sesuai dengan warna yang dihasilkannya. Misalnya, ketika sinar mentari menerpa selembar daun, ini berarti foton-foton sinar tersebut menumbuk atom-atom molekul pigmen pada permukaan daun. Tumbukan mengakibatkan elektron-elektron dari atom-atom menjadi aktif, dan atom-atom tersebut pun bereaksi dengan mengeluarkan foton-foton. Jadi, foton-foton ini merupakan cahaya berwarna dari daun yang bergerak menuju ke mata kita.
Setelah menembus lapisan atmosfer dengan kecepatan luar biasa, sinar matahari mencapai bumi dan menumbuk benda-benda yang ada. Ketika menumbuk sebuah benda, sinar berkecepatan tinggi ini mengenai atom-atom penyusun benda tersebut, dan kemudian memantul berhamburan dalam bentuk kumpulan sinar dengan sejumlah panjang gelombang berbeda, sesuai dengan aneka warna yang dihasilkannya. Dengan cara inilah, majalah yang kini sedang Anda pegang, baris-baris tulisan serta gambar-gambarnya, pemandangan yang Anda saksikan di luar, pepohonan, gedung, kendaraan, langit, burung, kucing, singkatnya segala yang Anda saksikan dengan mata, memantulkan warna (sinar berwarna)-nya masing-masing.

Bagian benda yang menyebabkan warna-warna (sinar-sinar berwarna) ini terpantulkan adalah molekul-molekul pigmen dari benda tersebut. Dengan kata lain, warna yang dipantulkan sebuah benda tergantung dari jenis molekul pigmen yang ada pada benda tersebut. Setiap molekul pigmen memiliki struktur atom yang bebeda. Jumlah, jenis dan penyusunan atom-atom dalam molekul pigmen juga berbeda. Sinar yang menumbuk pigmen yang beragam ini dipantulkan dalam bentuk aneka warna dengan ketajaman yang berbeda pula. Sebagai contoh, warna sebuah apel hijau terkait dengan molekul pigmen yang menyusun apel. Di antara sinar-sinar yang menumbuk pigmen, hanya sinar hijaulah yang dipantulkan, karena sinar berwarna lain diserap oleh pigmen ini. Karena cahaya hijau terpantulkan, maka kita melihat apel berwarna hijau.

Kita dapat mengumpamakan molekul-molekul pigmen sebagai alat penyaring yang menyaring berdasarkan ukuran lubang pori-porinya. Sama halnya, pigmen menyaring panjang gelombang dari sinar-sinar yang mengenainya berdasarkan struktur sinar-sinar tersebut, dengan kata lain berdasarkan warnanya.
Ada banyak jenis pigmen di alam ini, di antaranya adalah klorofil (zat hijau daun), melanin, dan karotenoid. Karotenoid adalah zat pigmen yang dibuat oleh tumbuhan dan memantulkan warna kuning, merah dan oranye. Binatang dapat memperoleh pigmen-pigmen ini hanya dengan memakan tumbuhan. Satu contoh saja dari aneka pigmen ini sudah cukup untuk menunjukkan bahwa molekul pigmen telah dirancang khusus untuk kehidupan.

Melanin: lebih dari sekedar pewarna

Mata makhluk hidup sangatlah peka terhadap cahaya, dan mudah rusak karenanya. Tapi kita masih mampu melihat matahari dan sekeliling kita dengan aman berkat sejumlah perangkat pelindung yang secara khusus diciptakan oleh Allah. Salah satu perangkat ini adalah sekumpulan molekul pigmen yang ada di mata.

Sebagaimana diketahui, makhluk memiliki mata dengan warna beragam. Yang menjadikan mata berwarna adalah, sekali lagi, pigmen. Melanin adalah salah satu dari zat pigmen ini, yang terdapat pada mata, dan menjadikannya berwarna. Pigmen serupa juga menjadikan kulit dan rambut Anda berwarna. Tapi, melanin lebih dari sekedar memunculkan warna. Para peneliti yakin bahwa melanin, yang ada pada mata, memberikan perlindungan dari pengaruh sinar matahari yang merusak, sekaligus meningkatkan ketajaman penglihatan. Selain sebagai pelindung alami terhadap pancaran sinar atau cahaya yang membahayakan, zat melanin juga menyerap lebih kuat cahaya berenergi tinggi dari pada cahaya berenergi rendah. Jadi, melanin menyerap lebih kuat cahaya (warna) ultraungu (ultraviolet) daripada cahaya (warna) biru, dan menyerap warna biru lebih kuat daripada warna hijau. Dengan cara ini, melanin melindungi lensa mata dari cahaya ultraviolet.

Sinar matahari yang mencapai bumi di antaranya mengadung sinar-sinar berwarna. Ini terlihat ketika sinar tersebut terurai setelah melalui prisma. Sinar-sinar inilah yang memberi warna tertentu pada benda ketika sebagiannya diserap dan sebagiannya lagi dipantulkan benda ke mata kita.
Selain itu, melanin memberi perlindungan yang nyaris sempurna bagi retina dengan menyaring cahaya warna yang berbeda sesuai tingkat kemampuan masing-masing warna tersebut dalam merusak jaringan retina. Hal ini mengurangi bahaya terjadinya “degenerasi makula” atau kerusakan makula, yakni bagian tengah dari retina. Makula berperan dalam pemunculan penampakan bagian tengah yang jelas dari pemandangan yang kita lihat, dan berfungsi pula dalam kemampuan melihat bagian-bagian terperinci (terkecil) dari benda. Orang yang memiliki lebih banyak melanin pada mata berkemungkinan lebih kecil mengidap kerusakan makula daripada yang memiliki lebih sedikit. Peran melanin dalam melindungi mata sangatlah penting: para ahli mata melaporkan bahwa keberadaan melanin pada mata mengurangi bahaya kerusakan makula akibat penuaan.

Sebagaimana telah dipahami, masing-masing peran dan manfaat dari zat melanin memperlihatkan kita pada perancangan khusus dan istimewa dari zat ini. Sangat sulit diterima akal untuk berkata bahwa zat yang sempurna ini muncul menjadi ada karena peristiwa alamiah belaka, tanpa sengaja diciptakan. Allahlah yang telah menciptakan melanin, serta jenis pigmen lainnya, bahkan segala sesuatu di alam semesta, secara khusus untuk manfaat tertentu bagi kepentingan manusia. Mahasuci Allah Pencipta yang paling agung.

(Sumber : Insight Magazine Februari 2004)



MELIHAT WARNA DALAM GELAPNYA OTAK

Agar dapat kita saksikan sebagai warna, cahaya yang dipantulkan benda haruslah mencapai mata. Tapi keberadaan mata saja belumlah cukup. Setelah mencapai mata, cahaya mesti diubah menjadi sinyal-sinyal syaraf agar dapat mencapai otak yang bekerja selaras dengan mata.

Sepak terjang sel kerucut

Sel-sel kerucut pada retina mata mengubah informasi tentang warna menjadi sinyal-sinyal syaraf melalui pigmen-pigmen yang dikandungnya. Kemudian, sel-sel syaraf yang terhubungkan ke sel-sel kerucut tersebut meneruskan sinyal-sinyal syaraf ke tempat tertentu di otak yang disebut pusat penglihatan. Di tempat inilah kita dapat merasakan keberadaan dunia beraneka-warna yang kita saksikan sepanjang hidup kita.
Marilah kita berpikir tentang mata dan otak kita sendiri. Mata manusia merupakan perangkat penglihatan yang sangat rumit yang terdiri dari banyak dan beragam bagian serta organ-organ kecil penyusunnya. Hanya dengan bekerjanya seluruh bagian ini secara bersamaan dan serasilah kita mampu melihat dan merasakan keberadaan warna. Mata, beserta jaringan dan bagian-bagian kecil penyusunnya seperti sel-sel kelenjar air mata, kornea, konjunktiva (selaput lendir yang melumasi mata), iris dan pupil, lensa, retina, koroid (selaput hitam mata), otot dan kelopak mata, merupakan seperangkat organ sempurna tanpa tara. Selain itu, dengan jaringan syaraf sempurna yang membentuk sambungan ke otak dan ke pusat penglihatan di dalam otak ini, mata secara keseluruhan memiliki rancang-bangun yang sangat istimewa. Keberadaan ini semua pastilah bukan melalui peristiwa alamiah belaka, melainkan penciptaan sengaja.

Setelah uraian singkat tentang mata, marilah kita amati bagaimana peristiwa melihat terjadi. Cahaya yang datang ke mata pertama-tama melewati kornea, lalu pupil dan lensa, dan akhirnya mencapai retina.

Pengenalan terhadap warna dimulai dari sel-sel kerucut pada retina. Terdapat tiga kelompok utama sel kerucut yang bereaksi kuat terhadap warna-warna cahaya, yaitu sel kerucut biru, hijau dan merah. Sel-sel kerucut bersifat peka, dan bereaksi terhadap warna merah, biru dan hijau; dan ketiganya adalah warna utama (warna primer) yang ada di alam. Rangsangan oleh ketiga warna ini dalam berbagai tingkatannya terhadap sel-sel kerucut inilah yang memunculkan penampakan jutaan aneka warna.

Bagian-bagian utama pembentuk lapisan retina mata.

Sel-sel kerucut pada retina lalu mengubah informasi tentang warna ini menjadi sinyal-sinyal syaraf melalui pigmen-pigmen yang dikandungnya. Kemudian, sel-sel syaraf yang terhubungkan ke sel-sel kerucut tersebut meneruskan sinyal-sinyal syaraf ke tempat tertentu di otak. Di tempat tertentu seluas beberapa sentimeter persegi inilah kita dapat merasakan keberadaan dunia beraneka-warna yang kita saksikan sepanjang hidup kita.

Pada gambar terlihat jalinan antara sel-sel saraf pada retina. Jalinan rumit antara lapisan-lapisan sel yang berbeda membantu sel-sel saraf bergerak bersama dan saling berhubungan. Gambar sebelah kanan adalah sel-sel kerucut yang diperbesar. Sel-sel kerucut membantu kita melihat dunia berwarna, sedangkan sel-sel batang membantu kita melihat aneka bentuk dan gerakan.
Pada retina mata, terdapat tiga kelompok sel kerucut, masing-masing bereaksi terhadap panjang gelombang cahaya yang berlainan. Kelompok sel pertama, kedua, dan ketiga ini masing-masing peka terhadap cahaya merah, biru, dan hijau. Tingkat rangsangan yang berbeda terhadap tiga kelompok sel ini menjadikan kita mampu melihat dunia penuh warna dengan jutaan ketajaman yang berbeda.

Dunia berwarna dalam otak gelap

Tahap terakhir pembentukan warna berlangsung dalam otak. Sel-sel syaraf mata membawa pemandangan yang ditangkap mata dalam bentuk sinyal-sinyal syaraf. Sinyal-sinyal ini dibawa menuju otak, dan segala yang kita lihat di dunia luar dirasakan dalam pusat penglihatan di otak. Di sini, kita berhadapan dengan kenyataan yang mengejutkan: otak adalah sekerat daging yang sama sekali gelap karena terbungkus rambut, kulit dan tempurung kepala (tengkorak). Sinyal-sinyal syaraf yang dibangkitkan oleh bayangan yang dibentuk oleh pemandangan benda pada retina diterjemahkan di dalam otak yang sama sekali gelap. Banyangan benda, beserta warna dan segala seluk beluknya, terbentuk sebagai penampakan di pusat penglihatan di otak ini. Bagaimana proses ini dapat terjadi dalam sekerat daging bernama otak ini?

Banyak pertanyaan seputar bagaimana warna dapat kita rasakan masih tak terjawab. Para pakar tentang warna masih tak mampu menjawab pertanyan-pertanyaan seperti bagaimana sinyal-sinyal syaraf diteruskan ke otak melalui syaraf mata, dan pengaruh kejiwaan apa yang ditimbulkannya di dalam otak.

Segala yang kita lihat di dunia luar dirasakan/ditampakkan dalam otak kita. Bunga, burung, langit, gunung, manusia, dan segala yang berwarna di dunia ini ditampakkan di hadapan kita di dalam otak kita. Padahal, otak adalah tempat yang sangat gelap. Siapakah yang menjadikan kita mampu melihat dunia berwarna di dalam otak kita yang gelap ini? Siapa lagi kalau bukan Allah, Pencipta seluruh alam, yang Mahakuasa atas segala sesuatu.

Nyatanya, kebanyakan proses yang dilakukan otak masih belum dapat dijelaskan. Kalaupun ada, sebagian besar masih berdasarkan teori. Meskipun demikian, otak telah melakukan seluruh perannya dengan sempurna sejak saat manusia ada di dunia ini hingga sekarang. Manusia telah merasakan dunia tiga dimensi, beserta seluruh warna, rancangan, suara, aroma dan rasanya dalam sekerat daging bernama otak yang berbobot mendekati satu kilogram. Semua ini hanya mungkin karena penciptaan sempurna oleh Allah. Dialah Tuhan yang telah menciptakan aneka warna sedemikian indah dan sempurna untuk kenikmatan manusia. KepadaNyalah kita patut bersyukur dan menghamba.

(Sumber : Insight Magazine Februari 2004)


 
Tetap Berwarna Meskipun Bening

Pembentukan warna sayap kupu-kupu sangatlah menarik. Cahaya dipantulkan melalui sisik-sisik pada permukaan sayap kupu-kupu yang kemudian memunculkan warna-warni yang “sebenarnya tidak ada”. Pesona warna ini memiliki keindahan dan keserasian yang luar biasa. Mungkin Anda bertanya-tanya mengapa warna-warni ini dikatakan sebagai sesuatu yang “sebenarnya tidak ada”?

Permukaan sebagian mobil masa kini dilapisi dengan bahan yang mampu mengatur pantulan cahaya, layaknya sisik sayap kupu-kupu. Karenanya, pigmen yang ada takkan memudar dengan berlalunya waktu

Bening tapi berwarna

Kupu-kupu memiliki sepasang sayap berupa lapisan selaput tipis yang ternyata bening tidak berwarna, atau transparan. Selaput bening ini tidak terlihat karena tertutupi oleh sisik-sisik dengan beragam ketebalan. Selain menjadikan sayap kupu-kupu dapat digunakan terbang dengan lebih baik, sisik-sisik ini juga memberi warna sayapnya. Sisik-sisik yang lembut, mudah berhamburan dan mudah jatuh dari tempatnya ketika disentuh ini memiliki ujung runcing-tajam yang menempel pada sayap kupu-kupu. Dengan cara ini, sisik tetap menempel tanpa terlepas.

Masing-masing dari sisik mungil ini, yang tampak seperti sirap yang saling bertumpang tindih pada atap, memunculkan warna melalui pigmen. Penelitian laboratorium menunjukkan bahwa warna yang berbeda bergantung pada zat-zat kimia yang berbeda pula. Zat pewarna yang dinamakan pteridin, misalnya, memunculkan warna merah muda, putih dan kuning yang seringkali tampak pada kupu-kupu. Melanin, zat pewarna paling sering dijumpai, terdapat pada titik-titik hitam sayap kupu-kupu.

Tatkala diperbesar, sisik-sisik mungil tembus pandang yang terletak pada permukaan sayap kupu-kupu tampak seperti sirap atau genting yang saling bertumpang tindih dan tersusun rapi pada atap rumah (gambar kiri dan tengah). Sisik-sisik ini mampu memantulkan dan membiaskan cahaya yang mengenainya, layaknya permukaan gelembung air sabun. Meski tak ada pigmen pada gelembung air sabun, namun warna-warni elok dapat dihasilkan. Ini dikarenakan sinar matahari yang dipantulkan dari kulit tipis gelembung tersebut mengandung spektrum cahaya berwarna (gambar kanan).

Menariknya, warna-warni sayap kupu-kupu tidaklah sebagaimana yang terlihat. Contohnya, sisik-sisik berwarna hijau ternyata adalah campuran antara sisik-sisik berwarna hitam dan kuning. Penelitian baru-baru ini memperlihatkan bahwa pigmen dibuat pada sisik-sisik tersebut, dan enzim-enzim yang diperlukan untuk pembuatannya terdapat pada selaput bagian atas dari sisik-sisik itu.

Berwarna tanpa pigmen

Zat-zat pewarna bukanlah satu-satunya penyebab warna-warni kupu-kupu yang sangat mudah menguap ini. Susunan dan penataan sisik-sisik pada permukaan sayapnya juga menyebabkan aneka tipuan cahaya, seperti pemantulan, pembiasan, dan akhirnya pembentukan aneka warna dengan keindahan memukau. Kupu-kupu Stilpnotio salicis, misalnya, memiliki sisik-sisik setengah tak-berwarna, yang mengandung gelembung-gelembung. Meski tanpa zat warna (pigmen), cahaya yang mengenai sisik-sisik ini memunculkan penampakan mengkilat bak sutra.

Warna biru cerah pada sayap kupu-kupu jenis tertentu, misalnya, adalah salah satu warna paling mencolok di dunia binatang. Namun tidak ada pigmen biru pada sayap kupu-kupu. Rahasianya terletak pada pemantulan sinar.

Sayap kupu-kupu ini dilapisi sisik-sisik tembus cahaya yang menipu mata yang memandangnya. Ilmuwan mengarahkan sinar laser pada satu sisik kupu-kupu jenis tertentu dengan sayap berwarna biru itu. Hasilnya sungguh mengejutkan. Warna biru muncul bersama pantulan sinar dari sisik-sisik tembus pandang tersebut. Ini sebagaimana yang terjadi pada warna gelembung air sabun. Tak ada pigmen pada gelembung air sabun, namun warna-warni elok muncul saat cahaya mengenainya. Ini dikarenakan sifat sinar matahari yang dipantulkan dari kulit tipis gelembung tersebut. Pancaran sinar dengan beragam panjang gelombang berpadu menjadi satu, sebagiannya menjadi lebih kuat, sedang yang lainnya menghilang, sehingga pemandangan indah cahaya berwarna pun dihasilkan. Setiap lembaran sisik kupu-kupu mengandung lapisan-lapisan selaput menyerupai daun. Selaput ini berfungsi seperti permukaan gelembung air sabun. Sinar menerpa lapisan-lapisan ini dengan cara tertentu. Inilah yang menyebabkan semua warna selain biru terhilangkan.

Dialah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Yang Mempunyai Nama-Nama Yang Paling baik. Bertasbih KepadaNya apa yang ada di langit dan di bumi. Dan Dialah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. (QS. Al Hasyr, 59:24)
Pada sejumlah kupu-kupu, susunan dua baris sisik yang saling bertumpang tindih dapat pula memunculkan pantulan aneka warna. Di antaranya pemunculan warna biru pada sayap, dan bukan hitam atau coklat.

Perancang masa kini memanfaatkan ciri istimewa mengejutkan dari kupu-kupu ini. Contohnya, sebagian permukaan mobil kini telah dilapisi dengan bahan yang mengatur pantulan cahaya. Ini berarti bahwa pigmen yang ada padanya takkan memudar dengan berlalunya waktu.

Keragaman cahaya pada kupu-kupu ini menarik perhatian Lembaga Penelitian dan Pengujian Pertahanan Inggris, yang berpikir bahwa struktur kupu-kupu ini mungkin akan membuka era baru dalam penyamaran kendaraan tempur.

Di balik warna kupu-kupu

Ketika meneliti rancangan dan seluk-beluk sayap kupu-kupu, meskipun sebatas warnanya saja, kita dapati banyak ketakjuban. Tak diragukan lagi, keberadaan penampakan elok yang luar biasa tersebut merupakan bukti kekuasaan maha-agung dan kehebatan tak terhingga dari Allah, Pencipta semua ini.

(Sumber : Insight Magazine Februari 2004)